Bila kita renungkan, golongan manakah yang banyak menghasilkan
penemuan spektakuler dalam bidang teknologi, kedokteran politik, ekonomi,
sosial dan bidang keilmuan lainnya ? Tentu yang muncul di benak kita adalah
bangsa yahudi. Tanpa bermaksud menafikanbangsa lain, memang yahudilah yang
dikenal sebagai produsen berbagai penemuan yang spektakuler.
Produk seperti internet, google, yahoo, nokia, blackberry,
facebook, nuklir dan berbagai penemuan revolusioner lainnya, semuanya merupakan
produk yahudi yang sangat bermanfaat dalam kemajuan peradaban dan teknologi
seluruh bangsa di dunia. Bangsa yahudi sejak dahulu dikenal sebagai bangsa
cerdas yang sangat produktif dalam berbagai penemuan yang bermanfaat bagi
manusia.
Pernahkah anda mendengar nama Albert Einstein? Kecerdasan tokoh
fisika yang dikenal dunia ini telah mempengaruhi miliaran manusia di muka bumi
sebagai tokoh pertama yang menemukan teori relativitas yang banyak menyumbang
bagi pengembangan mekanika kuantum, mekanika statistik, dan kosmologi. Lalu siapakah
Einstein? Jawabannya adalah orang yahudi. Dalam dunia modern kita mengenal Mark
Zuckerberg.
Penemu dan pendiri situs social networking facebook yang telah
merubah gaya hidup mayoritas penduduk dunia, berhasil membuatnya sebagai
manusia terkaya dalam usia yang relatif muda. Sebelumnya tokoh yang memilih
drop out dari Harvard university ini berhasil menembus sistem keamanan jaringan
Harvard yang dikenal sebagai sarangnya hacker-hacker jenius dunia dan membuat
kegaduhan diantara mahasiswa Harvard sedangkan dia dalam keadaan mabuk.
Selain dari realita yang disebutkan diatas, kecerdasan orang
yahudi juga mendapat justifikasi dari berbagai kitab suci agama di dunia ini
tak terkecuali Al Quran. Dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa Allah ta’ala telah
menjadikan bangsa mereka memiliki kelebihan diatas rata-rata manusia.
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي
أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ ( البقرة 47)
“Hai bangsa bani israel, ingatlah akan ni’mat-Ku yang telah Aku
anugerahkan kepadamu dan bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala
umat" [Al Baqarah ayat 47]
Sayangnya, kecerdasan orang yahudi yang di atas rata-rata tersebut
seringkali salah disikapi oleh bangsa-bangsa lainnya di dunia. Bagi penganut
paham zionisme, yahudi dianggap sebagai bangsa pilihan tuhan yang diberi
kelebihan khusus yang tidak diberikan kepada bangsa selain yahudi. Oleh
karenanya kecerdasan yang mereka miliki tersebut tidak bisa ditiru. Sementara
dalam literatur Islam, kelebihan-kelebihan yahudi tersebut dianggap sebatas
istidrojtanpa ada unsur rasionalitas di dalamnya. Kelebihan tersebut diberikan
kepada mereka hanya sebatas untuk membuat azab yang mereka terima di hari
pembalasan lebih menyakitkan.
Padahal jika kita telusuri lebih jauh adat-istiadat bangsa yahudi,
dapat kita tarik kesimpulan bahwa kecerdasan bangsa yahudi bukanlah sebuah
mitos atau semata-mata takdir tuhan. Kecerdasan yang mereka miliki tidak
tiba-tiba muncul tanpa ada sebab ilmiah. Sebab, pada dasarnya setiap bangsa dan
manusia manapun di dunia ini memiliki potensi yang sama yang diberikan oleh
Allah ta’ala dalam semua sektor tak terkecuali sisi kecerdasannya. Usaha
manusialah yang bisa membedakan nasib, kecerdasan, dan kemampuan antara satu
dengan yang lainnya.
Menurut penelitian Dr. Stephen Carr Leon, seorang yang menjalani
housemanship selama tiga tahun di beberapa rumah sakit di Israel, kecerdasan
yang dimiliki oleh bangsa yahudi telah dibentuk secara turun-temurun bahkan
sejak masa sebelum mengandung. Bangsa yahudi sejak dahulu kala telah memiliki
tradisi yang memprioritaskan improvisasi kecerdasan keturunan mereka. Doktrin
rasisme yang telah ditanamkan dalam diri tiap generasi mengharuskan mereka
untuk tidak mengambil keturunan selain dari sesama yahudi yang memiliki
kecerdasan seperti mereka.
Disamping menjaga genetika mereka, bangsa yahudi juga memiliki
tradisi pembinaan otak sejak masa pra-kelahiran. Sejak masa kandungan, para
orangtua yahudi telah terbiasa memberikan pendidikan terhadap janin mereka
dengan aktivitas rutin berupa kebiasaan mendengarkan serta bermain musik dan
mengerjakan soal-soal matematika yang terus berlanjut sampai masa
pasca-kelahiran bahkan sampai sang anak tumbuh dewasa.
Disamping itu, mereka juga sangat menjaga makanan yang masuk ke
tubuh mereka. Menu makanan mereka merupakan menu pilihan yang telah terbukti
dapat memacu kecerdasan mereka serta keturunan mereka.
Bangsa yahudi juga sangat menjaga diri serta keluarga mereka dari
barang-barang yang berpotensi dapat merusak kecerdasan mereka. Barang-barang
seperti minuman keras, nikotin, maupun rokok merupakan hal yang tabu bagi
mereka. Orang yahudi tidak akan segan-segan untuk mengusir siapapun yang nekat
merokok di sekitar rumah mereka. Bangsa yahudi juga memiliki solidaritas yang
tinggi terhadap saudara mereka. Pantang bagi seorang yahudi untuk merokok di
tempat umum.
Bahkan apabila seorang yahudi perokok melihat ada seorang wanita
hamil di jalan raya, ia akan segera menghentikan aktivitasnya tersebut meskipun
ia tak mengenalnya. Satu fenomena yang sangan mengesankan di kalangan yahudi,
seorang pecandu rokok akan segera berhenti total ketika mengetahui istrinya
mengandung, hal itu terus berlanjut sampai sang anak berusia 7 tahun. Itupun
biasanya mereka merasa malas untuk menghisap rokok lagi.
Dalam dunia akademis, Bangsa yahudi memiliki kurikilum pendidikan
serta konsep belajar yang sistematis serta selalu dikembangkan sesuai dengan
perkembangan zaman. Pelajar yahudi tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu
pengetahuan secara teoritis, mereka bahkan dituntut untuk memiliki penemuan baru sejak mereka masih
duduk dalam bangku sekolah dasar.
Prinsip selalu bertanya dan kritis dalam belajar, serta tidak
pernah menganggap mutlak teori yang ada, memotivasi mereka untuk selalu
melakukan penelitian dan penemuan terbaru yang jauh lebih sempurna. Segala
tradisi dan aktivitas yang dilakukan oleh bangsa yahudi diprioritaskan untuk
menghasilkan generasi yang benar-benar cerdas dan aktif serta produktif. Orang
yahudi akan sangat malu jika memiliki keturunan yang bodoh atau memiliki
kecerdasan rata-rata standar bangsa non-yahudi.
Tradisi Islam Yang Ditinggalkan
Dari paparan diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa kecerdasan
yang dimiliki oleh orang-orang yahudi bukan semata-mata takdir dan karunia
tuhan. Lebih dari itu, kecerdasan yang mereka miliki adalah hal yang rasional
dan melalui proses yang dapat dijelaskan secara ilmiah.
Bahkan bangsa manapun selain yahudi memiliki potensi yang sama
untuk memiliki kecerdasan seperti yang mereka miliki. Namun yang mungkin tak
terpikirkan oleh kita, ternyata rahasia kecerdasan orang yahudi tersebut telah
diajarkan oleh agama kita bahkan sempat dipraktekkan oleh kaum muslimin selama
beberapa abad!!!
Sejak masa Rasulullah Sallalahu ‘alaihi wa sallam, kaum muslimin
sudah terbiasa hidup dengan teratur bahkan melebihi kaum yahudi. Sejak kurun
awal generasi Islam, tradisi menjaga keturunan serta makanan yang dikonsumsi
merupakan prioritas kaum muslimin. Hanya saja, berbeda dengan tradisi yahudi
yang bersifat rasional dan berdasarkan pada pengalaman empiris, tradisi kaum
muslimin tersebut lebih bersifat metafisik dan didasarkan pada pengejawentahan
ajaran Islam.
Konsep kafa’ah misalnya, merupakan ajaran Islam yang mengandung
hikmah dalam urgensi menjaga keturunan, Konsep waro’ dalam mencari rizki
merupakan langkah Islam dalam menuntun ummatnya untuk berhati-hati dalam
makanan yang masuk ke tubuh mereka. Apalagi ajaran Islam yang bersifat dogmatis
tersebut, lambat laun mulai menemukan rasionalitasnya terutama di era modern
ini.
Sebagai agama yang ajarannya bersumber langsung dari Allah ta’ala
sang pencipta semesta, tak ada satupun barang yang berbahaya bagi manusia yang
tidak diharomkan dalam agama Islam. Jika kita renungkan, dari sekian banyak
konsumsi yang diharomkan, khomer
ternyata mendapat perhatian lebih. Berbeda dengan babi dan makanan
berbahaya lainnya, khomer memiliki keistimewaan dengan hukuman bagi pelakunya
yang ditentukan langsung oleh syariat berupa had.
Hal ini tak lain karena pengaruh khomer yang berdampak langsung
pada kerusakan akal dan kecerdasan manusia. Secara implisit dapat kita
simpulkan, bahwa agama Islam mengajarkan ummatnya untuk memberikan perhatian
lebih dalam menjaga akal dan kecerdasannya.
Ummat Islam juga memiliki tradisi mendidik anak mereka bahkan
sebelum mereka berada di kandungan. Dalam ajaran Islam, seorang ayah memiliki
kewajiban untuk mencarikan ibu yang baik bagi calon anaknya begitu juga
sebaliknya. Dalam masa kehamilan, Jika bangsa yahudi merangsang kecerdasan
janinnya dengan mendengarkan dan bermain musik, orangtua muslim memembacakan
untuk jabang bayi mereka ayat-ayat suci Al Qur’an yang jauh lebih berpengaruh
terhadap kecerdasan janin.
Konsep pendidikan Islam bahkan lebih unggul dari pendidikan
yahudi, jika bangsa yahudi hanya menitikberatkan pendidikan pada kecerdasan
intelektual atau intellectual quotient (IQ), sistem pendidikan Islam memberikan
perhatian lebih terhadap kecerdasan emosional atau emotional quotient(EQ) dan kecerdasan
spiritual atau spiritual quotient (SQ).
Implikasinya, generasi kaum muslimin memiliki variasi kecerdasan
yang lebih unggul dari generasi yahudi. Pelajar muslim tidak hanya memiliki
tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi juga memiliki akhlak dan
kepribadian yang sholeh. Imam Syafi’i merupakan satu dari ribuan intelektual
muslim yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual yang mengagumkan,
disamping beliau sanggup menghapal langsung hal apapun yang pernah dilihat dan
didengarnya, beliau juga dikenal sebagai sosok yang soleh dan dermawan.
Yang sangat disayangkan, tradisi baik yang bersumber langsung dari
ajaran Islam ini telah lama ditinggalkan oleh kaum muslimin. Seiring dengan
berjalannya waktu, minat dan semangat kaum muslimin dalam mendalami dan
menjalankan sunnah semakin memprihatinkan.
Tradisi yang dulunya sempat melahirkan generasi mujtahidin dan
ilmuan dengan tingkat kejeniusan dan pengetahuan intelektual yang luarbiasa
ini, kini hanya tinggal torehan-torehan emas dalam buku-buku sejarah. Gelar
mujtahid yang dulunya berhasil dicapai oleh banyak intelektual muslim, menjadi
sebuah strata yang absurd untuk dicapai generasi muslim sejak abad ke 4
hijriah.
Bertolak dari pembahasan singkat ini, ummat Islam harus
pandai-pandai membawa diri agar bersikap moderat (tawassuth). Diawali dengan
membuka kesadaran bahwa kecerdasan dan hegemoni bangsa yahudi adalah sebuah
realita, dan hal tersebut harus diterima sebagai tantangan yang harus dihadapi.
Bukan justru melakukan kegiatan kontraproduktif dengan rasa inferioritas dan
menjadikan mereka sebagai kiblat.
Akan tetapi dengan kembali kepada ajaran Allah ta’ala dan sunnah
nabinya Muhammad shollalahu ‘alaihi wasallam. Tentunya dengan konsep yang lebih
rasional dan modern, tanpa harus mengorbankan keimanan kita terhadap syariat
tersebut atau hanyut dalam modernitas yang bertentangan dengan esensi syariat
Islam. Dengan tetap mempertahankan tujuan awwal, yaitu menjalankan syariat
Allah ta’ala dan sunnah nabinya Muhammad shollalahu ‘alaihi wa sallam dengan
ikhlas.Wallahu A’lam.
Sumber : Majalah Al-Bashiroh
Komentar:
0 comments: