Dalwa Media Dakwah Online berbagi informasi islam,hukum islam,download aplikasi islam dll.
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ
نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ
فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
"Dan
jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada
orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka
melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku
terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu
sehancur-hancurnya."
Tersebut
di atas adalah bunyi Al-Qur’an Surat Al-Isra’ ayat 16. Ayat yang menjadi fokus
utama kali ini mengingatkan pada umat Islam bagaimana “cara” Allah ketika
menghendaki keburukan dan kebinasaan pada suatu kaum.Sunnatullah atau ketentuan
dan prosedurNya yang harus mendapat perhatian umat Islam.
Proses kebinasaan
dimulai ketika kaum, bangsa, negeri atau masyarakat tersebut dipimpin oleh
orang yang menyukai kefasikan. Memimpin dengan buruk. Lalu keburukan meliputi
kaum tersebut hingga adzab berhak diturunkan bagi mereka dan turunlah adzab
atas kaum tersebut. Wallahu a’lam.
TELAAH
BAHASA
(wa
idza arodna an nuhlika qoryatan) Dan ketika Kami menghendaki untuk membinasakan
satu tempat
Arodna
secara bahasa berarti menghendaki. Berasal dari akar kata yang sama seperti
termaktub dalam salah satu dari 20 sifat wajib Allah yaitu Irodah, yang
bermakna berkehendak. Dalam tafsir Al-Baidhowi disebutkan maksud dari Kehendak
Allah pada ayat ini adalah ketika Allah telah berkehendak untuk terjadinya
ketetapan takdir yang telah tercatat.
Telah berkehendak berarti telah
menetapkan, menentukan atau dalam istilah nonformal mentakdirkan. Irodah pada
ayat ini semakna dengan Irodah dalam hadis populer (من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين, متفق
عليه). Secara bebas hadis itu dapat
diterjemahkan dengan “barang siapa yang dikehendaki Allah (telah ditetapkan
dalam takdir) untuk kebaikan, akan diberi pemahaman mendalam dalam agama”.
Qoryah
secara bahasa memiliki banyak makna. Definisi terbaik disebutkan dalam
Al-Mu’jam Al-Wasith dengan makna “tanah yang didiami bangunan untuk tempat
tinggal” sehingga bisa mencakup kota dan lingkup daerah baik luas atau sempit
areanya. Definisi makna ini berarti melingkupi seluruh ruang kehidupan baik
desa, kecamatan, kota, kabupaten, provinsi atau negara dan sebuta peradaban
lainnya.
(amarna
mutrofiha) kami berikan kekuasaan pada orang-orang yang cinta dunia
Banyak
arti kata amara dalam ayat ini. Dalam tafsir At-Thabari disebutkan salah satu
makna amara adalah memperbanyak. Dalam Tafsir Al-Baidhawi disebutkan makna
amara adalah memberikan kekuasaan. Dalam banyak tafsir lain memiliki keterangan
dari beragam sumber baik perkataan sahabat dan ulama yang umumnya merujuk pada
dua makna ini.
Mutraf
juga memiliki banyak makna. Salah satunya adalah sebutan bagi orang kaya yang
suka bermewahan (Tafsir An-Naisaburi). Dalam berbagai tafsir, secara umum
mutraf adalah mereka yang kaya dan lalai dari akhirat.
(fafasaqu
fiha) lalu mereka berbuat kefasikan
(fa
haqqa alaihal qoulu) maka tetap atasnya ketetapan
(fadammarnaha
tadmiro) lalu kami binasakan negeri itu dengan sebenar-benarnya.
TELAAH
MAKNA
Khas
bahasa Al-Qur’an yang seluruhnya adalah mukjizat, Kalamullah al-Qadim, ayat ini
menyampaikan tujuannya dengan bahasa singkat namun luar biasa padat penuh
keluasan makna. Di antaranya menjelaskan bagaimana proses, prosedur dan
ketentuan turunnya adzab pada sebuah kaum.
Dalam
mengatur kehidupan ini Allah memiliki ketentuan dan ketetapan yang telah Allah
gariskan untuk makhluknya. Seluruh ketetapan tersebut merupakan tanda, ayat,
bukti kekuasaan Allah bagi hambanya yang mau mempelajari.
Jika ingin pohon
tumbuh subur maka siramilah. Jika ingin sehat, berobatlah. Itu merupakan
sunnatullah, ketetapan Allah, mengenal runtutan asbab yang membuat Dzul-Qarnain
pernah merajai bumi. Pergantian siang, malam, hujan, angin laut, tumbuhan,
hewan bahkan dalam diri manusia seluruhnya adalah keajaiban ciptaan kekuasaan
Allah.
Salah
satu ketetapanNya sebagaimana disampaikan dalam ayat ini adalah bahwa ketika
allah menghendaki (menetapkan) keburukan dan kebinasaan dalam suatu kaum maka
allah akan menjadikan pemimpin dari golongan orang yang mencintai dunia.
Memperbanyak jumlah masyarakat yang kaya dan cinta dunia dengan melalaikan
akhirat.
Memiliki hobi bermewah dan bersenang-senang. Jika itu sudah terjadi
lalu kaum, negara tersebut akan diliputi kefasikan. Dikuasai kesenangan dunia.
Kemudian yang terjadi berikutnya adalah kaum tersebut berhak tertimpa adzab
dari Allah. Dicabut ketenangan dan ketenteraman hidup. Kedamaian dan harmoni.
Maka Allah menurunkan adzab dalam rupa apapun yang Allah kehendaki hingga kaum
itu benar-benar binasa.
Islam,
Pemimpin, Cinta Dunia dan Politik
Berkaitan
dengan peringatan dan makna yang terkandung dalam ayat ini, setiap muslim
diharapkan untuk tidak membiarkan negarinya, desanya, kotanya, kecamatannya dan
segala urusannya dipimpin oleh orang-orang fasiq yang merusak. Orang-orang yang
mendahulukan kesenangan dunia dan mementingkan nafsu dan ketamakan duniawi
sebagai hasrat hidupnya.
Sebab telah menjadi sunnatullah, telah menjadi takdir
Allah, telah menjadi ketetapan Allah bahwa negeri yang dikehendaki untuk binasa
prosesnya bermula dari diberinya kekuasaan pada pemimpin yang sukanya merusak
dan bersenang-senang. Wa ma kaanallah liyu’adzdzibahum wa anta fiihim. Wama
kanallah mu’adzdzibahum wa hum yastaghfirun.
كما تكونوا يولى عليكم
(الحديث رواه الديلمي وذكره السيوطي وفيض القدير ومشكاة المصابيح والتفاسير
Hadis
ini menjadi penjelas dan pendukung makna ayat 16 surat Al-Isra’ di atas.Hadis
ini mengatakan pemimpin adalah cerminan rakyatnya. Sehingga sebelum mengoreksi
bagaimana perilaku pemimpin yang seharusnya dilakukan adalah mencermati
terlebih dahulu bagaimana potret rakyat yang dipimpin.
Karena pemerintah tidak
bisa seenaknya bertindak sewenang-wenang jika tidak didahului sikap rakyatnya
yang “mengijinkan” dan merelakan pemerintah bertindak buruk. Jangan-jangan
keberanian pemerintah memimpin dengan tidak benar bisa terjadi sebab melihat
rakyat yang sedemikian menyatu dengan budaya berbuat dzolim.
Berbohong,
menipu, mencuri, korupsi, nepotisme sudah mengakar pada rakyat sehingga
pemerintahan tak sungkan memamerkan keburukan di depan rakyatnya. Naudzubillah.
Alangkah baiknya jika tiap unsur masyarakat berperan aktif mengajak serta
mengingatkan segenap elemen sosial baik sesama rakyat maupun sesama
pemerintahan untuk berbuat adil pada Sang Pencipta dan sesama manusia. Menjadi
negara baldatun thoyyibatun wa robbun ghafur.
Apalagi
ilmu politik (siyasah) oleh Imam Ghazali dalam Ihya’nya dikategorikan sebagai
ilmu fardhu kifayah. Politik bukan dalam makna tipu menipu yang licik, tidak
jujur dan kotor. Politik kotor diharamkan Allah sebagaimana ilmu fiqh menjadi
fitnah dunia jika diperalat untuk meraih tujuan duniawi sebagaimana penuturan
Al-Ghazali.
Melainkan politik yang berarti mengurus, melayani dan mengatur
untuk segala kebaikan urusan manusia dalam kehidupan, khususnya agar bisa
menjadi umat islam yang baik sesuai tuntunan Al-Qur’an. Dan alangkah sedikitnya
di jaman ini politik yang memiliki tujuan mulia. Ihdina as-shiroth al-mustaqim.
Wallahu a’lam.