Sepeninggal Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas al-Maliki
(Mekah), figur habaib Timur Tengah seakan punah. Tetapi ternyata tidak. Sebut
saja Habib Umar bin Hafidz bin Syekh Abu Bakr bin Salim asal Hadramaut, yang tak jarang datang ke negara kita demi menularkan ilmunya, di
samping mengobati kerinduan warga ahlus sunnah wal-jama’ah di Tanah Air kepada
ulama besar Timur Tengah.
Selain Habib Umar, terdapat seorang habib yang kini tinggal di
Madinah. Habib Zain Ibrahim namanya, bermarga (fam) Sumaith. Siapa sangka ulama kesohor di Tanah Haram itu kelahiran Indonesia?
Nama dan Nasabnya
Beliau adalah al-Allamah al-Muhaqqiq al-Faqih al-'Abid az-Zahid
al-Murabbi ad-Da'i ilallah, as-Sayyid al-Habib Abu Muhammad Zain bin Ibrahim
bin Zain bin Muhammad bin Zain bin Abdurrahman bin Ahmad bin Abdurrahman bin
Ali bin Salim bin Abdullah bin Muhammad Sumaith bin Ali bin Abdurrahman bin
Ahmad bin Alwy bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwy ('Ammul al-Faqih al-Muqqadam)
bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali Qatsam bin Alwy bin Muhammad bin Alwy
Ba'Alawy bin 'Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Ar-Rummi bin Muhammad
An-Naqib bin Ali al-'Uraidhi bin Ja'far Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali
Zainal Abidin bin Husein As-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib dan Sayidah Fathimah
binti Rasulullah SAW.
Habib Zain lahir di ibukota Jakarta pada tahun 1357 H/1936 M.
Ayahnya Habib Ibrahim adalah ulama besar di bumi Betawi kala itu, selain
keluarga, lingkungan tempat di mana mereka tinggal pun boleh dikatakan sangat
religius.
Sejak kecil Habib Zain sudah mengenal agama dengan baik, baik
ilmu pengetahuan maupun amaliah sehari-hari. Mengetahui Habib Zain memiliki
kelebihan dibanding saudara- saudara lainnya, ayahnya memberikan pendidikan
ekstra. Tak hanya ilmu, akhlak pun ditekankan pada diri Habib Zain.
Belajar dan Guru-gurunya
Mengunjungi para ulama contohnya. Seperti diketahui, mengunjungi
(dalam bahasa Jawa: sowan) sudah
menjadi tradisi bagi sebagian umat Islam, seperti Jawa dan Arab asal Hadramaut
Yaman. Tak sekadar silaturahmi, tapi yang diharapkan adalah berkah doa dari
mereka, para ulama.
Sowan inilah yang dijadikan salah satu mediasi oleh Habib
Ibrahim dalam mendidik Habib Zain. Dari rasa cinta dan hormat (mahabbah dan ta’
dzim), lalu muncul pada diri Habib Zain rasa ingin menjadi seperti mereka,
paling tidak meneladani perilaku mereka.
Sejak itu, Habib Zain mengais ilmu
dari ulama-ulama Betawi. Di waktu beliau masih kecil, ayahnya suka membawanya
ke Majelis Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad, salah satu pemuka kalangan saddah
'Alawiyyin yang bermukim di Bogor (Beliau dimakamkan di kubah gurunya Al-Habib
Abdullah bin Mukhsin al-Aththas, Mesjid An-Nur, Empang Bogor).
Beliau
menghadiri maulud yang biasa diadakan di rumah Habib Alwy setiap ashar di hari
Jum'at. Habib Alwi terhitung guru pertama dalam kehidupan beliau. Selain Habib
Alwi, masa kecil Habib Zain banyak dihabiskan untuk menimba ilmu kepada Habib
Ali bin Abdurrahman al- Habsyi (Kwitang, dekat Pasar Senen Jakarta Pusat).
Di
sini, Habib Zain paling tidak hadir seminggu sekali, mengikuti majlis rutin
yang digelar tiap Ahad pagi. Selanjutnya, pada usia empat belas tahun (1950),
ayahnya memberangkatkan Habib Zain ke Hadramaut, tepatnya kota Tarim.
Guru-gurunya al-habib Zain bin Ibrahim bin Smith diantaranya
adalah :
*al-Habib Alwy bin Muhammad bin Thohir al-Hadad
*Habib Muhammad bin Salim bin Hafizh,
*Habib Umar bin Alwi al-Kaf,
*Al-Allamah Al-Sheikh Mahfuz bin Salim,
*Sheikh Salim Said Bukayyir Bagistan,
*Habib Salim bin Alwi Al-Khird,
*Habib Ja’far bin Ahmad Al-Aydrus,
*Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar (mertuanya).
*Habib Ibrahim bin Umar bin Aqil
*Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Aththas
*Syekh Fadhl bin Muhammad Bafadhl
*Habib Muhammad bin Hadi Assaqof,
*Habib Ahmad bin Musa Al-Habsyi, Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki,
*Habib Umar bin Ahmad bin Smith,
*Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad,
*Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assaqof dan
*Habib Muhammad bin Ahmad Assyatiri
pada usia empat belas tahun (1950), ayahnya memberangkatkan
Habib Zain ke Hadramaut, tepatnya kota Tarim. Di bumi awliya’ itu Habib Zain
tinggal di rumah ayahnya yang telah lama ditinggalkan.
Menyadari mahalnya waktu untuk disia-siakan, Habib Zain berguru
kepada sejumlah ulama setempat, berpindah dari madrasah satu ke madrasah lainnya, hingga pada akhirnya mengkhususkan belajar di ribath
Tarim. Di pesantren ini nampaknya Habib Zain merasa cocok dengan keinginannya.
Di sana ia memperdalam ilmu agama, antara lain mengaji kitab
ringkasan (mukhtashar) dalam bidang fikih kepada al-'Allamah al-Habib Muhammad
bin Salim bin Hafidz, ayahnya al-Habib Umar bin Hafizh Darul Musthafa-Tarim, di
bawah asuhan al-Habib Muhammad pula, Habib Zain berhasil menghapalkan kitab
fikih buah karya Imam Ibn Ruslan, “Zubad”, dan “Al-Irsyad” karya Asy-Syarraf
Ibn Al-Muqri yang beliau hafal sampai bab Jinayat.
Tak cukup di situ, Habib Zain belajar kitab “Al-Minhaj” yang
disusun oleh Habib Muhammad sendiri, menghapal bait-bait (nazham) “Hadiyyah As-Shadiq” karya Habib Abdullah bin Husain bin Thahir dan lainnya.
Dalam penyampaiannya di Tarim beliau sempat berguru kepada
sejumlah ulama besar seperti Habib Umar bin Alwi Al-Kaf, kepadanya beliau
membaca kitab "Mutammimah al-Ajurumiyah", menghapal kitab
"Alfiyyah" karya Ibnu Malik, dan mulai mempelajari syarah kitab itu
padanya.
Beliau menimba ilmu Fiqih dari al-Allamah asy-Syaikh Mahfuzh bin
Salim az-Zubaidi dan dari seorang syaikh yang Faqih Syekh Salim Sa’id Bukhayyir
Baghitsan.
Beliau juga membaca kitab "Mulhah al-I'rab" karya
al-Hariri dengan Habib Salim bin Alwi Al-Khird. Dalam ilmu ushul, beliau
mengambil dari Syekh Fadhl bin Muhammad Bafadhl dan al-Habib Abdurrahman bin
Hamid As-Sirri, kepada mereka berdua, beliau juga membaca kitab matan
"al-Waraqat".
Beliau juga menghadiri majelis-majelis al-Habib Alwi
bin Abdullah Shihabuddin dan rauhah-nya, juga pelajaran-pelajaran di Ribath,
dan majelis Syaikh Ali bin Abu Bakar as-Sakran.
Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ja’far bin Ahmad Al-Aydrus,
dan sering pulang pergi ke tempatnya. Beliau mendapatkan banyak ijazah darinya.
Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ibrahim bin Umar bin Agil dan Habib
Abubakar Attos bin Abdullah Al-Habsyi. Kepadanya beliau membaca kitab
al-Arba'in karya Imam al-Ghazali. Guru-gurunya memuji karena kelebihannya
dibanding lainnya, juga karena adab, perilaku, dan akhlaknya yang baik.
Selain menimba ilmu di sana Habib Zain banyak mendatangi majlis
para ulama demi mendapat ijazah, semisal Habib Muhammad bin Hadi As-Saqqaf, Habib Ahmad bin Musa Al-Habsyi, al-Habib Alwi bin Abbas
Al-Maliki, Habib Umar bin Ahmad bin Sumaith, Habib Ahmad Masyhur bin Thaha
Al-Haddad, Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assaqof, al-Habib al-Murabbi Hasan bin
Abdullah asy-Syatiri dan Habib Muhammad bin Ahmad asy-Syatiri. Melihat begitu
banyaknya ulama yang didatangi, dapat disimpulkan, betapa besar semangat Habib
Zain dalam rangka merengkuh ilmu pengetahuan agama, apalagi melihat lama waktu
beliau tinggal di sana, yaitu kurang lebih delapan tahun.
al-Habib Muhammad al-Haddar, al-Habib Hasan bin Abdullah
asy-Syatiri dan al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith (ki-ka)
Kemudian salah seorang gurunya bernama Habib Muhammad bin Salim
bin Hafidz menyarankannya pindah ke kota Baidhah, salah satu wilayah pelosok
bagian negeri Yaman sebelah selatan, untuk mengajar di rubath sekaligus
berdakwah. Ini dilakukan menyusul permohonan mufti Baidhah, Habib Muhammad bin
Abdullah Al-Haddar.
Dalam perjalanan ke sana, Habib Zain singgah dulu di kediaman
seorang teman dekatnya di wilayah Aden, Habib Salim bin Abdullah Assyatiri,
yang saat itu menjadi khatib dan imam di daerah Khaur Maksar, disana Habib Zain
tinggal beberapa saat. Selanjutnya Habib Zain melanjutkan perjalanannya di
Baidhah, Habib Zain pun mendapat sambutan hangat dari sang tuan rumah Habib
Muhammad Al-Haddar, di sanalah untuk pertama kali ia mengamalkan ilmunya lewat
mengajar.
Habib Zain menetap lebih dari 20 tahun di Rubath Baidha’ menjadi
khadam ilmu kepada para penuntutnya, beliau juga menjadi mufti dalam Mazhab
Syafi’i. Beliau merupakan tangan kanan Habib Muhammad al-Haddar.
Selama di rubath
Baidha, beliau benar-benar berjuang, beribadah dan menempa diri dengan
kesungguhan dan keseriusan dalam Muthala'ah (mengkaji) kitab-kitab tafsir,
hadist, fiqih, dan lain-lain, juga membaca kitab-kitab salaf. Beliau memiliki
semangat yang tak kenal lelah dan jemu dalam mengajar, mendidik murid-murid,
dan membimbing mereka yang kurang pandai.
Beliau memilki kedudukan tersendiri di sisi gurunya al-Habib
Muhammad al-Haddar. Sehingga bila suatu persoalan ilmiah diajukan kepada Habib
Muhammad dan sudah dijawab oleh Habib Zain maka Habib Muhammad mengatakan,
"Jika Habib Zain telah menjawab maka tidak perlu lagi ada komentar".
Begitulah penilaian gurunya karena sangat percaya dengan keilmuan al-Habib Zain
bin Sumaith.
Setelah itu beliau berpindah ke negeri Hijaz diminta untuk
membuka rubath Sayyid Abdurrahman bin Hasan al-Jufri di Madinah. Beliau
berangkat pada bulan Ramadhan tahun 1406 H. , Habib Zain telah bersama-sama
dengan Habib Salim asy-Syatiri menguruskan Rubath di Madinah selama 12 tahun,
Setelah itu Habib Salim pindah ke Tarim Hadhramaut untuk menguruskan Rubath
Tarim.
Habib Zain di Madinah diterima dengan ramah, muridnya banyak dan
terus bertambah, dalam kesibukan mengajar dan usianya yang juga semakin
meningkat, keinginan untuk terus menuntut ilmu tidak pernah pudar. Beliau
mendalami ilmu Usul daripada Sheikh Zaidan Asy-Syanqiti Al-Maliki, seorang yang
sangat alim dan ahli ushul fiqih. Kepadanya beliau membaca kitab at-Tiryaq
an-Nafi' 'ala Masail Jami'ul Jawami karya Imam Abu BAkar bin Syahab, Maraqi as-Su'ud
karya Syarif Abdullah al-Alawi asy-Syanqithi yang merupakan kitab matan
lanjutan dalam ilmu ushul fiqih.
Habib Zain terus menyibukkan diri menuntut dengan Al-Allamah
Ahmaddu bin Muhammad Hamid Al-Hasani asy-Syanqithi dalam ilmu bahasa dan Ushuluddin.
Kepadanya beliau membaca Syarh al-Qath, sebagian Syarh Alfiyyah karya Ibnu
'Aqil, Idha'ah ad-Dujunnah karya Imam al-Maqqari dalam akidah, as-Sullam
al-Munauraq karya al-Imam al-Akhdari, Isaghuji karya al-Imam al-Abhari, Itmam
ad-Dirayah li Qurra an-nuqayah karya Imam Suyuthi, al-Maqshur wa al-Mamdud dan
Lamiyah al-Af'al, keduanya karya Ibnu Malik, jilid pertama kitab Mughni
al-Labib karya Ibnu Hisyam, dua kitab ilmu shorof, Jauhar al-Maknun dalam ilmu
balaghoh.
Syaikh Ahmaddu memuuji Habib Zain karena semangat besar dan
kesungguhannya dalam menuntu ilmu. Dan kebanyakan membaca kepadanya di Masjid
Nabawi yang mulia.
Selama masa ini Habib Zain sering melakukan
perjalanan-perjalanan yang diberkahi ke sejumlah negeri Islam untuk berdakwah
serta menjumpai para ulama dan para wali. Beliau mengunjungi Syam, Indonesia,
Malaysia, Afrika dan lain-lain.
Allah SWT memberi anugerah kepadanya, yaitu mudah diterima orang
dan kewibawaan dalam penampilannya.
Habib Zain seorang yang tinggi kurus.
Lidahnya basah, tidak henti berzikrullah. Tasbih hampir tidak pernah berpisah dengan tangannya. Selalu mengenakan
sorban putih, dan mengenakan sarung dan pakaian sebagaimana kebiasaan para
salaf di Hadramaut.
al-Habib Zain memilki pengaturan khusus dalam wirid, zikir
pengaturan khusus dalam wirid, zikir dan ibadahnya. Beliau sentiasa
menghidupkan malamnya. Di waktu pagi Habib Zain keluar bersolat Subuh di Masjid
Nabawi. Beliau beriktikaf di Masjid Nabawi sehingga matahari terbit, setelah
itu beliau menuju ke Rubath untuk mengajar. Majlis Rauhah digelar setelah asar
hingga waktu maghrib tiba. Lalu beliau melanjutkan mengajar hingga menjelang
Isya. Setelah itu, pergi ke Masjid Nabawi untuk melakukan shalat Isya dan
berziarah ke makam datuknya yang mulia dan agung, Rasulullah SAW.
Di antara hasil karya tulis beliau :
*al-Manhaj as-Sawiy, Syarh Ushul Thariqah as-Sadah al-Ba'Alawi.
Kitab terpenting di antara beliau, menjelaskan mengenai thariqah Alawiyyah.
*Al-Fuyudhat ar-Rabbaniyyah Min Anfas as-Sadah al-'Alawiyyah.
Kitab Tafsir maknawi yang tipis dan menghimpun ucapan Sadah al-Alawiyyin dalam
kumpulan ayat al-Qur'an dan Hadist Nabi.
*Hidayah ath-Thalibin Fi Bayan Muhimmat ad-Din. kitab Syarh
hadist perbincangan antara Jibril.as dan Rasulullah SAW.
*Al-Ajwibah al-Ghaliyah Fi 'Aqidah al-Firqah an-Najiyah.
Menjelaskan menganai keyakinan orang-orang yang menyimpang dalam bentuk tanya
jawab.
*al-Futuhat 'Aliyyah Fi al-Khutbah al-Mimbariyyah. Merangkum
ceramah-ceramah beliau
*HAadayah az-Zairin ila Ad'iyah az-Ziyarah an-Nabawiyyah wa
Masyahid as-Shalihin. Kumpulan doa para salaf yang diucapkan ketika ziarah Nabi
dan kuburan-kuburan di Haramain dan Hadhramaut.
*Majmu'. Kitab manfaat yang bertebaran dalam hukum, doa,dan
adab.
*Fatawa al-Fiqhiyah. Mengenai fatwa-fatwa fiqih
*Tsabat Asanidah wa Syuyukhah. Bentuk naskah berisi sanad dan
para gurunya.
Semoga menjadi keberkahan bagi kita semua di dunia dan akhirat
berkumpul dengan ulama-ulama Allah dan menjadi penegak panji-panji Sayyiduna wa
Maulana Muhammad S.A.W. dan kelak mendapat syafa'at dari Nabi kita termulia dan
dari Ulama-Ulama Allah SWT.
Amiin Amiin Yaa Robbal Alamiin…..
Rauhah adalah majelis di mana seorang Syaikh berkumpul dengan
murid-muridnya di luar waktu belajar, biasanya diadakan sore hari. Dalam
kesempatan ini, mereka membaca kitab-kitab akhlak, manaqib atau adab. Tujuannya
adalah bersantai dan bersenang-senang dengan sesuatu yang bermanfaat. Majelis
rauhah biasanya diakhiri dengan pembacaan Nasyid yang indah, kemudian ditutup
dengan doa dan pembacaan Surah al-Fatihah.
Amalan ijazah yang penulis dapatkan dari sayidil walid habib alwi bin
muhammad bin yahya yang di dapat langsung oleh oleh al habib zein bin ibrohim bin
smith pada peringatan houl al habib ahmad bin abdullah bin thalib al athost
sapuro pekalongan jawa tengah bbrp tahun yang lalu :
بِسْــــــــــــــــــــــمِ
اَللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِِ
«¤ Assholatu was salaamu alaika yaa sayidi yaa rosulallah qollat
hiylatiy adrikniy .
« ¤ Assalamu alaika ayyuhan nabiyu. warahmatullah wabarakatuh.
« ¤ Ana fi jahii rasulillahi shollallahu alaihi wassalam.
Artinya : Semoga rahmat Keagungan dan keselamatan tercurah atas
dirimu wahai tuan ku wahai utusan Allah.,sebenarnya sudah habis daya upayaku
pertautkanlah hatiku dgn mu. Salam sejahtera atasmu wahai nabi dan mudah
mudahan rahmat Allah serta keberkahan tercurah atasmu. Saya berada di bawah
Kedudukan Rasulullah Saw, ( minta di beri Ke istimewaan Rasulullah Saw ).
Setiap bacaan di baca sebanyak 116x. Di baca setiap ba'da sholat 5 waktu atau setiap hari jum'at .
Kata Mutiara Dan Hikmah Beliau
Pertama - Menjaga puasa kalian seperti kalian menjaga harta berhaarga kalian dan maksut daripada menjaga puasa menjaganya dari apa-apa yang membatalkannya dan membatalkan pahalanya, dan apa-apa yang membatalkan puasa sudah jelas kita semua mengetahuinya yaitu makan minum dan lain sebagainya, dan sesuatu yang membatalkan pahalanyaa seperti berbohong menggunjing org lain dan semua yang di benci oleh Allah, maka itu tidak membatalkan puasa tapi itu membatalkan pahalanya maka rasa capek berpuasa menjadi sia-sia seperti yang di sebutkan dalam hadist ” Berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan darinya kecuali rasa lapar dan haus dan berapa banyak yang bangun malam tidak mendapatkan apa-apa kecuali capek dan begadang.."
Maka sudah seharusnya org yang berpuasa tidak memusuhi orang lain atau berdebat atau mengucapkan kata-kata kotor akan tetapi menyibukkan waktu-waktunya untuk mendekatkan diri kepada Allah karena amalan-amalan di bulan ramadan di lipat gandakan.
Dan wajib atas seseorang juga untuk menghilangkan penghalang yang menghalangi datang nya rahmat seperti durhaka kepad orang tua dan dendam kepada orang lain dan memutus silaturrahmi maka siapa yang ada padanya sifat-sifat ini akan berlalu malam-malam ramadan dan malam lailatulqodar sedang kan dia termasuk yang di haramkan dari kebaikan-kebaikan dan barokah yang di turunkan di bulan ramadan.
Kedua - Beliau mewasiatkn kita untuk selalu menghidupkan malam di bulan romadan, dalam hal ini arti qiyam itu sendiri kt d wasiatkan untuk selalu mnjaga sholat traweh kt dr mlm pertama sampai mlm trakhir d bulan romadon ini jgn sampai ada yang bolong,beserta mnjaga untuk selalu sholat berjamaah khususnya sholat isya’ dan shubuh,krn barang siapa menjaga hal itu maka dia tlh mndapatkan nasibnya dari malam lailatul qodar.
Ketiga - Hendaknya kalian menyambut akan pemberian-pemberian Allah, dikarenakan arak-arakan (anugerah) Allah digelar pada bulan Romadhon setiap malam dimulai dari terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar, sedangkan pada selain bulan Romadhon digelar mulai waktu sahar (sebelum terbit fajar) saja.
Tiap orang itu hendaknya menyambut akan anugerah-anugerah dn pemberian-pemberian Allah, sedangkan menyambut akan pemberian-pemberian Allah tersebut dapat dilakukan dengan 3 hal:
1. Dengan selalu berusaha dan bersungguh-sungguh dalam (menggapai) ridho Allah yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa, Allah SWT berfirman:
وَمَن
جَاهَدَ
فَإِنَّمَا
يُجَاهِدُ
لِنَفْسِهِ
إِنَّ
اللَّهَ لَغَنِيٌّ
عَنِ الْعَالَمِينَ
"Dan barangsiapa yang berjihad
(berusaha dengan sungguh-sungguh) maka sesungguhnya jihadnya itu untuk dirinya
sendiri".
Hendaknya engkau berusaha dengan sungguh-sungguh maka niscaya engkau akan melihat (hasilnya), dan ambillah kesempatan untuk mendapatkan janji (Allah) berupa petunjuk, yaitu petunjuk yang telah disebutkan dalam ayat pada surat Al Ankabut.
Rasulullah SAW bersungguh-sungguh dalam beramal pada bulan Romadhon melebihi pada selain bulan Romadhon, beliau lebih bersegera dalam kebaikan melebihi (kecepatan) angin yang berhembus.
2. Dan menyambut akan pemberian Allah dapat dilakukan dengan selalu kontinyu dalam pembacaan wirid-wirid dan dzikir-dzikir yang datang dari Nabi SAW dan para salaf shaleh, terlebih-lebih dzikir ini yang dianjurkan agar selalu dibaca, (yaitu):
أشهد أن لا إله إلا الله نستغفر الله نسألك الجنة
ونعوذ بك من النار
Hendaknya tiap orang itu memperbanyak dzikir tersebut, karena Rasulullah SAW bersabda: "Hendaknya kalian memperbanyak empat hal dalam bulan (Romadhon) ini..", bukan hanya dibaca sebelum Maghrib saja, namun dibaca 50 kali atau 100 kali atau lebih pada hari-hari bulan Romadhon. Dibaca baik ketika berjalan maupun ketika duduk maupun ketika berkendara.
Kaum perempuan juga membacanya sambil memasak maupun sambil menyapu maupun sambil menyusui anaknya.
Sedangkan kaum lelaki membacanya baik ketika beraktivitas maupun ketika bekerja.
Jadi hendaknya seseorang itu selalu kontinyu dalm membaca dzikir-dzikir yang ma’tsur (datang dari Nabi SAW atau pasa salaf shaleh) dan menghadiri majlis-majlis, terlebih-lebih majlis ilmu, karena telah diriwayatkan:
"Barangsiapa yang menghadiri majlis ilmu pada bulan Romadhon, maka Allah akan menuliskan pahala setahun baginya pada setiap langkahnya".
Oleh karena itu, para salaf shaleh mengadakan acara-acara Rouhah pada waktu Ashar bulan Romadhon, Al Habib Muhammad bin Ahmad bin Ahmad Al Muhdhor berkata: “Meninggalkan Rouhah adalah merupakan dahaga ”
3. Begitu juga menyambut akan pemberian-pemberian Allah dapat dilakukan dengan selalu berusaha untuk menghilangkan segala penghalang yang dapat menghalangi didapatkannya dan diturunkannya rahmat, ini adalah hal yang paling penting dan paling besar ketimbang apa-apa yang telah disebutkan sebelumnya, (penghalang-penghalang tersebut yaitu): durhaka (terhadap orang tua), memutuskan tali silaturrahim, membenci (saudara semuslim) dan yang lainnya.
Sehingga (apabila hal ini telah dilaksanakan) maka Romadhon akan berlalu sedangkan dia dalam keadaan yang terbaik.
Al Imam Asy Sya’roni ra berkata: “Dahulu ketika bulan Romadhon telah lewat, maka mereka menjadi ahli kasyaf dikarenakan mereka mendapatkan sir (rahasia Ilahi), nur (cahaya Ilahi) dan keberkahan.
Sedangkan kita, bulan Romdhon keluar masuk namun kita tidak bertambah sesuatupun dan inilah paling besarnya musibah.
Ini adalah 3 hal yang aku wasiatkan kepada kalian agar selalu dilaksanakan, (yaitu): melaksanakan puasa, qiyam Romadhon dan menyambut pemberian-pemberian Allah SWT.
Kami memohon kepada Allah agar memperbesar bagian kami dan bagian kali dari bulan Romadhon ini, serta dari kebaikan-kebaikan dan keberkahan-keberkahannya, juga dari apa-apa yang Allah telah curahkan kepada para orang-orang yang berpuasa dan menjalankan qiyam Ramadhan dengan sempurna, juga semoga Allah memberi bagian kepada kami dan kalian dengan sebesar-besarnya bagian dari hal tersebut, dan semoga Allah menuntun kami dan kalian pada sebaik-baiknya jalan serta mengembalikan lagi bulan ini kepada kami dan kalian dalam sebaik-baiknya keadaan pada tahun-tahun berikutnya, dan semoga Allah menjadikan bulan ini sebagai saksi kebaikan kita bukan saksi keburukan kita dan bukti kebaikan kita bukan bukti keburukan kita, serta menjadikan kita termasuk dari orang-orang yang dibebaskan dan diselamatkan dari api neraka, dan semoga Allah memberi kekuatan kepada kita dalam melaksanakan puasa dan qiyam Romadhon dalam keadaan yang sempurna dan hati yang tenang.
bismillahirrahmanirrohim qobiltu saya terima
ReplyDeleteAmalan ijazah yang antum dptkan dari sayidil walid hb.alwi
bin muhammad bin yahya yang di dpt lsg oleh oleh al
habib zein bin ibrohim bin smith
izin mengamalkan gan :)
terima kasih atas ilmunya,,,,
ReplyDeletesama-sama ya akhi
ReplyDeleteBismillahirrahmanirrohim qobiltu Al ijazah, saya terima
ReplyDeleteAmalan ijazah yang antum dptkan dari sayidil walid hb.alwi
bin muhammad bin yahya yang di dpt langsung dari al
habib zein bin ibrohim bin smith
izin mengamalkan
Masya Allah tabarakallah, kisah inspiratif mengenal ulama besar yg sangat teguh & istiqomah dlm menuntut elmu & berdakwah.
ReplyDeleteAllahummaghfirlahu warhamhu wa'afihii wa'fu anhu, semoga Allah swt mengumpulkan beliau bersama orang² shalih & tawaddu', Aamiin ya Rabb...🤲🤲🤲