Ilmu Faroidh ( ilmu yang
membahas tentang warisan ), merupakan salah satu disiplin ilmu syari’at
yang sangat mulia, yang Allah sendiri berkenan menjelaskannya secara langsung
dan jelas dalam Al –Qur’an
Banyak nash hadits yang
menganjurkan dan menjelaskan keutamaan mempelajari ilmu tersebut, dengan tujuan
yang jelas yaitu agar hukum dan syari’at Allah tetap tegak, Nabi saw bersabda :
تعلموا الفرائض و علموها
فانها نصف العلم و هو ينسي و هو أول شيء ينزع من أمتي
Artinya : “
pelajarilah ilmu Faroidh dan ajarkanlah, karena ilmu faroidh merupakan separuh
ilmu dan ia akan dilupakan dan ia ilmu yang pertama kali dicabut dari umatku “ (
HR. Ibnu Majah dan Daru Quthni )
Ma’na Faroidh :
Faroidh adalah bentuk jamak dari kata faridhoh dan
berasal dari kata al fardh yang artinya bagian atau jatah,
sebagaimana hadits dari Ibnu ‘Abbas :
ألحقوا الفرائض بأهلها
فما بقي فهو لأولي رجل ذكر
Artinya : “
Berikan warisan kepada yang berhak, jika masih tersisa maka harta itu untuk
keluarga lelaki terdekat “ ( HR. Bukhori dan Muslim )
Sedangkan Ilmu
Faroidh yang juga biasa disebut dengan ilmu Mawaariits atau ilmu
Miraats, menurut pengertian syar’i ialah ilmu yang mempelajari tentang
siapa yang berhak mewarisi dan siapa yang tidak berhak, serta bagian dari
setiap ahli waris
Beberapa Istilah dalam
ilmu Faroidh :
Ada beberapa istilah
penting yang sering dipakai dalam pembahasan ilmu Faroidh, diantaranya :
1. Fardh, bentuk
jamaknya Furudh, yang artinya bagian atau jatah yang sudah
ditetapkaan berdasarkan syari’at
2. Ash-haabul
Furudh, yaitu golongan yang pertama kali/yang paling berhak mendapatkan
bagian harta warisan. Merekalah fihak yang bagiannya telah ditentukan dalam
Al-Qur’an, As-Sunah dan Ijma’
3. ‘Ashabah,
adalah pewaris harta yang dalam Al-Qur’an tidak ditetapkan bagiannya secara
khusus dengan jumlah tertentu. Dan mereka inilah fihak yang hanya menerima
harta yang tersisa setelah harta waris dibagikan kepada Ash-haabul Furuudh
4. Waarits,
yaitu ahli waris ialah setiap yang berhak menerima harta warisan, baik dari
Ash-haabul Furuudh atau ‘Ashabah
5. Miraats,
yaitu berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli
warisnya yang masih hidup
6. Tarikah,
ialah segala sesuatu yang ditinggalkan pewaris ( muwarrits ) untuk ahli waris (
waarits ) berupa harta warisan ( mauruuts ), yang biasanya
juga disebut dengan miraats atau turaats atau irth
7. Ashl,
bentuk jamaknya ushuul, ialah bapak, ibu, kakek, nenek dan
seterusnya ke atas
8. Far’,
bentuk jamaknya furuu’, ialah anak dan kebawahnya
9. Hawaasyi,
bentuk jamak dari haassyiyah, ialah cabang dari ashl,
seperti saudara laki-laki atau saudara perempuan dari mayit atau anak
saudaranya, atau paman dari fihak bapak dan putra-putra pamannya
10. Kalaalah,
ialah mayit yang tidak mempunyai anak dan bapak
Kewajiban yang terkait
dengan tarikah/harta peninggalan :
Hak-hak yang harus
ditunaikan terkait dengan harta peninggalan seorang yang meninggal adalah :
1.
Biaya perawatan jenazah
2.
Utang piutang
3.
Wasiat, dengan batasan maksimal sepertiga
4.
Warisan
Tingkatan Ahli Waris :
Warisan diberikan kepada
ahli waris berdasarkan urutan tingkatannya ( kepada tingkat pertama , kedua dan
berikutnya ), bila tingkat pertama tidak ada , baru kepada tingkat yang
berikutnya
Berikut ahli waris
berdasarkan urutan dan derajatnya :
1. Ash-habul
Furudh, golongan inilah yang pertama diberi bagian
harta warisan sebelum yang lainnya, yaitu mereka yang ditetapkan Al-Qur’an,
As-Sunnah dan Ijma’ mendapatkan bagian dari harta waris dengan jumlah tertentu.
Mereka ada dua belas orang ; 4 laki-laki dan 8 perempuan, yaitu :
a.
Bapak, Kakek keatas, Suami dan Saudara laki-laki seibu
b.
Istri, Anak perempuan, Saudari kandung, Saudari seayah, Saudari seibu, Putri
anak laki-laki, Ibu dan Nenek keatas
2. ‘Ashabah
An-Nasabiyah, setelah ash-haabul furuudh,
golongan inilah yang mendapat giliran ke dua untuk mendapatkan bagian dari
harta warisan, yaitu kerabat yang mempunyai hubungan nasab dengan mayit yang
berhak mengambil seluruh harta waris bila sendiri, dan berhak mendapatkan sisa
harta waris setelah dibagi kepada Ash-habul
Furuudh.
Dan mereka ada 3 kelompok :
a. ‘Ashabah
Bin-nafsi ( laki-laki ),
mereka ialah :
1. Fihak Anak, yaitu Anak kebawah
2. Fihak Bapak, yaitu Bapak keatas
3. Fihak Saudara, yaitu Sudara kandung, Saudara
sebapak, Anak paman kandung, Anak paman sebapak kebawah
4. Fihak Paman, yaitu Paman kandung, Paman
sebapak, Anak paman kandung, Anak paman sebapak kebawah
b. ‘Ashabah
Bil Ghoiri ( Perempuan ),
mereka ialah :
1. Anak putri, apabila mempunyai saudara
laki-laki
2. Putri anak laki-laki, apabila mempunyai
saudara laki-laki
3. Saudari kandung, apabila mempunyai saudara
laki-laki
4. Saudari sebapak, apabila mempunyai saudara
laki-laki
c. ‘Ashabah
Ma’al Ghoiri, yaitu
Saudari-saudari kandung atau sebapak, apabila pewaris mayit mempunyai
putri dan tidak mempunyai putra
3. Dikembalikan
ke Ash-habul Furuudh/penambahan jatah bagi
Ash-habul Furudh ( selain suami istri )
Apabila harta warisan yang
telah dibagikan kepada Ash-haabul Furuudh dan ‘Ashabah diatas masih juga
tersisa, maka sisa tersebut diberikan/ditambahkan kepada Ash-habul Furuudh
selain suami istri ( sesuai dengan bagian masing-masing ), hal tersebut
dikarenakan hak waris suami istri disebabkan adanya ikatan pernikahan,
sedangkan hak waris bagi Ash-habul Furuudh selain suami istri disebabkan karena
nasab, yang karenanya lebih berhak dibandingkan yang lainnya
4. Uulul
Arhaam/kerabat, yaitu kerabat mayit yang ada kaitan
rahim – dan tidak termasuk Ash-habul Furuudh dan juga bukan ‘Ashabah -, seperti
paman dan bibi dari fihak ibu, bibi dari fihak ayah.
Apabila amayit tidak
mempunyai kerabat sebagai Ashaabul Furuudh maupun ‘Ashabah, maka para kerabat
yang masih mempunyai ikatan rahim dengannya berhak mendapatkan waris,
berdasarkan firman Allah :
و أولوا الأرحام بعضهم أولي
ببعض
Artinya : “ Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu
sama lain lebih berhak ( waris mewarisi ) “ ( QS. 33 : 6 )
Dan sebagaimana sabda
Rasulullah saw :
الخال وارث من
لا وارث له
Artinya : “ Paman
dari fihak ibu adalah pewaris bagi yang tidak mempunyai ahli waris :” (
HR. Ahmad, Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah , Hakim dan Ibnu Hibban )
5. Dikembalikan/ditambahkan
kepada bagian suami istri
6. ‘Ashabah
karena sebab, ada beberapa bentuk yang
disebut dengan ‘Ashabah karena sebab :
a. Orang yang memerdekakan budak, tetapi
untuk bagian ini tidak ada lagi pada masa kini
b. Orang yang diberikan wasiat lebih dari
sepertiga harta warisan ( selain ahli waris )
c. Baitul Maal, Rasulullah saw bersabda :
الله و رسوله مولي من لا مولي له
Artinya : “
Allah dan Rasul-Nya merupakan maula bagi yang tidak mempunyai maula “,
maksudnya ialah pewaris bagi yang tidak mempunyai ahli waris ( HR.
Ahmad dan yang lainnya).
Baca :
Komentar:
0 comments: