Melihat definisi diatas,
maka jelas sekali bahwa pengertian Thoriqoh sangat luas. Thoriqoh tidak hanya
dengan berdzikir saja, atau dengan berbagai bentuk wiridan saja, namun bisa
juga dengan berbagai bentuk ibadah yang dapat mendekatkan diri kita kepada
Alloh SWT Sang pencipta alam semesta. Bisa berupa wirid, dzikir, puasa, ta’lim
( mengajar ), ta’allum ( belajar ) dan berbagai bentuk amal kebajikan lainnya (
lihat Salalimul Fudlola’ ).
HADITS TENTANG SANAD
TAREKAT
Mubaya‘ah (atau talqin
dzikir) dalam dunia tarekat shufi dianggap tidak ada oleh sebagian orang. Dia
berkeyakinan bahwa mubaya‘ah hanya bisa dilakukan oleh Rasulullah dan para
khalifahnya. Sehingga apa yang dilakukan oleh mursyid tarekat yang mentalqin
dzikir muridnya adalah tidak benar serta tidak sesuai dengan apa yang dilakukan
pada zaman Rasulullah.
Sanad tentang dzikir tarekat
juga menjadi kritikan dan hinaan mereka, orang-orang Wahhabi. Mereka menganggap
bahwa tidak ada hadits tentang talqin dzikir atau mengenakan pakaian sederhana
simbol shufi (lubsu al-khirqah), sebagai simbol seseorang yang sudah masuk
dalam dunia shufi, yang dapat dibuat hujjah. Pernyataan bahwa tidak ada hadits
yang dapat dijadikan hujjah tersebut mengutip dari pernyataan mayoritas para
ahli hadits.
Perlu diketahui oleh
mereka, mubaya’ah (baiat) dalam arti talqin dzikir dari seorang guru mursyid
kepada muridnya bukan mubaya’ah (janji setia) seperti yang dilakukan oleh
Rasulullah kepada shahabat-shahabatnya dalam Bai‘at ar-Ridhwan, atau baiatnya
seorang rakyat kepada imam atau kepala Negara terpilih seperti baiatnya para
shahabat yang mengangkat Sayyidina Abu Bakar menjadi khalifah Rasulallah.
Sebab, mubaya’ah dalam
tarekat shufi adalah bentuk talqin dzikir seperti yang dilakukan Rasulallah
yang mentalqin dzikir para shahabatnya. Adapun mubaya’ah para shahabat yang
baru saja disinggung di atas adalah mubaya’ah janji setia menjalankan Islam
atau janji setia dan tunduk patuh kepada imam terpilih.
Sanad hadits tentang
bai’at tarekat adalah hadits riwayat dari Hasan al-Bashri yang berbaiat dzikir
dari Sayyidina Ali dari Rasulallah (dalam ilmu tasawuf disebut talqin zikir)
dan sanad hadits tentang lubsul khirqah (berperilaku sebagai shufi yang
bersimbol dengan pakaian sederhana) juga diriwayatkan dari Hasan al-Bashri dari
Ali, hanya saja kedua hadits tersebut tidak pernah disebutkan dalam kitab
hadits manapun, sehingga banyak para ahli hadits yang ingkar dan menilainya
bathil.
Penilaian para ahli hadits
tersebut terletak pada masalah apakah Hasan al-Bashri pernah bertemu dengan
Sayyidina Ali atau tidak. Dan menurut sebagian ahli hadits, keduanya tidak
pernah bertemu. (Sanad talqin dzikir dari Hasan al-Bashri tersebut adalah
talqin dzikir oleh Rasulallah kepada Sayyidina Ali secara sendirian.
Sedangkan sanad talqin
dzikir secara bersama-sama adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
al-Bazzar, ath-Thabarani dan lain-lain dengan sanad hasan. Lihat Lawaqih
al-Anwar al-Qudtsiyyah hlm. 11.
Hadits talqin tersebut
sebagaimana dikatakan asy-Sya'rani adalah diriwayatkan oleh Syaikh Yusuf
al-Ajami, seorang syaikh tarekat, dalam salah satu risalahnya yang disebutkan
dengan sanad yang muttasil sampai Sayyidina Ali. ).
Namun, sebenarnya hadits
tentang dua masalah tersebut, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar
al-‘Asqalani dan muridnya, as-Suyuthi adalah hadits yang shahih (muttasil) dan
perawinya tsiqah-tsiqah.
Artinya juga bahwa Hasan
al-Bashri pernah bertemu dengan Sayyidina Ali dan itu adalah pendapat yang
shahih. (Lihat hujjah-hujjah as-Suyuthi dalam membela pendapat bahwa Hasan
al-Bashri pernah bertemu dengan Sayyidina Ali dalam al-Hawi lil Fatawi
2/96-98.dan Lawaqih al-Anwar al-Qudtsiyyah hal 12 dan 24.)
TAREKAT MU`TABAROH
Menurut keputusan Mu’tamar
Thoriqoh Mu’tabaroh, bahwa Thoriqoh- Thoriqoh Mu’tabaroh hanya ada sekitar 43 (
empat puluh tiga ) Thoriqoh yaitu :
1. العمرية 2.
النقشبندية 3. القادرية 4. الشاذلية
5. الرفاعية 6.
الأحمدية 7. الداسوقية 8. الأكبرية
9. المولوية 10.
الكبروية 11. السهروردية 12. الخلوتية
13. الجلوتية 14.
البكداسية 15. الغزالية 16. الرومية
17. السعدية 18.
الجشتية 19. الشعبانية 20. الكلشانية
21. الحمزاوية 22.
البيرامية 23. العشاقية 24. البكرية
25. العيدروسية 26.
العثمانية 27. العلوية 28. العباسية
29. الزينية 30.
العيسوية 31. البحورية 32. الحدادية
33. الغيبية 34.
الخضرية 35. الشطارية 36. البيومية
37. الملامية 38.
الأويسية 39. الإدريسية 40. أكابرالأولياء
41. المبتولية 42.
السنبلية 43. الخالدية والنقشبندية
44. أهل ملازمة
القران والسنة ودلائل الخيرات وتعليم فتح القريب او كفاية العوام
Dan lain sebagainya.
Secara garis besar
Thoriqoh Mu’tabaroh adalah Thoriqoh yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Mempunyai sanad yang
muttasil kepada Rosululloh SAW. ( Tanwirul Qulub )
2. Tidak bertentangan
dengan Syara’.
3. Mursyidnya ( Gurunya )
sudah memenuhi kriteria, antara lain:
a. Menguasai Ilmu Fiqh dan
Ilmu Aqidah.
b. Mengetahui seluk beluk
Ilmu Tashawwuf.
c. Mempunyai Akhlaq yang
sempurna lahir dan batin.
d. Mendapatkan izin atau
ijazah dari Gurunya.
TENTANG THORIQOH
NAQSYABANDIYAH
( Oleh Imam Nawawi )
Dari segi historis,
Tarekat Naqsyabandi dapat ditelusuri kembali kepada Khalifah pertama, Abu
Bakar ash-Shiddiq RA, yang menggantikan Rasulullah SAW dalam hal
pengetahuannya dan dalam hal membimbing umat Muslim. Allah SWT berfirman dalam
al-Qur’an, “Dialah orang kedua dari dua orang yang berada di dalam gua,
dan ia berkata kepada temannya, janganlah bersedih hati, karena Allah SWT
beserta kita” [QS. At-Taubah:40]. Tentang beliau, Rasulullah
SAW pernah bersabda, “Seandainya Aku akan memilih seorang
teman yang kucintai, maka Aku akan memilih Abu Bakar RA sebagai temanku
tercinta, namun beliau adalah saudara dan sahabatku.”
Yang membedakan Tarekat
Naqsybandi dengan jalan Sufi yang lain adalah kenyataan bahwa ia memakai
dasar-dasar serta prinsip-prinsip dari ajaran-ajaran dan contoh dari enam
bintang cemerlang dalam khazanah Rasulullah SAW.
Keenam sosok itu
adalah: Abu Bakar ash-Shiddiq RA, Salman al-Farisi RA, Ja’far ash-Shadiq AS,
Bayazid Tayfur al-Bistami QS, ‘Abdul Khaliq al-Ghujdawani QS, dan Muhammad
Baha’uddin Uwaysi al-Bukhari QS, yang dikenal sebagai Syah Naqsyband QS—Imam
dari tarekat ini.
Di balik kata “Naqsyaband”
terdapat dua gagasan: naqsy yang berarti ‘mengukir’ dan mengandung pengertian
mengukir Nama Allah SWT di dalam hati, dan band yang yang mengandung pengertian
‘ikatan’ dan mengindikasikan ikatan antara individu dengan Penciptanya.
Ini berarti bahwa para
pengikut Naqsybandi harus mempraktikan salat dan kewajiban-kewajiban lainnya
berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW dan harus selalu menjaga
kehadiran dan cinta Allah SWT agar senantiasa hidup dalam hatinya melalui
pengalaman pribadi dari ikatan antara dirinya dengan Tuhannya.
Di samping Abu Bakar
ash-Shiddiq RA, siapakah gerangan bintang-bintang dalam khazanah Rasulullah SAW
ini? Salah satunya adalah Salman al-Farisi RA. Beliau berasal dari Isfahan,
Persia dan beliaulah yang menyarankan kaum Muslimin untuk menggali parit dalam
peperangan Ahzab.
Setelah Kaum Muslimin
merebut al-Mada’in, ibu kota Persia, beliau diangkat menjadi Pangeran dan
gubernur kota tersebut hingga akhir hayatnya.
Bintang lainnya adalah
Ja’far ash-Shadiq AS. Seorang keturunan Rasulullah SAW dari pihak ayahnya, dan
Abu Bakar RA dari pihak ibunya, beliau menolak semua kedudukan terhormat
sebagai penghormatan kembali dan praktik serta pelajaran spiritual. Beliau disebut
sebagai “Pewaris dari Maqam an-Nubuwwa dan pewaris Maqam ash-Shiddiqiya.”
Kemunculan tertua istilah
Safa yang tercatat adalah mengacu kepada muridnya, Jabir bin Ayyan RA, pada
pertengahan abad kedua Hijriah. Beliau adalah seorang mufassir al-Qur’an atau ahli
penerjemah, seorang ahli hadis, dan merupakan salah seorang mujtahid yang
handal di kota Madinah.
Tafsirnya sebagian
diabadikan dalam Haqa’iq at-Tafsir Sulami. Layts bin Sa’d RA, salah seorang
penutur riwayat Sunnah Rasulullah SAW yang terpercaya, menyaksikan kekuatan
mukjizat Ja’far AS di mana beliau mampu meminta apa saja, dan Allah SWT akan
mengabulkannya seketika.
Bintang lainnya adalah
Bayazid Tayfur al-Bistami QS yang kakeknya seorang Zoroastrian. Bayazid QS
membuat suatu studi yang rinci tentang hukum-hukum Islam (syari’at) yang telah
dibukukan dan melaksanakan suatu praktik latihan yang ketat tentang
penyangkalan diri sendiri.
Beliau dikenal rajin
sepanjang usianya dalam hal mengerjakan kewajiban-kewajiban keagamaannya.
Beliau mengharuskan murid-muridnya untuk bertawakal dan menyuruh mereka untuk
menerima dengan ikhlas konsep murni tauhid, ilmu tentang Keesaan Allah SWT.
Konsep ini, menurut beliau, meletakkan lima kewajiban pada keikhlasan untuk :
▪Menjalankan
kewajiban sesuai al-Qur’an dan Sunnah.
▪Selalu
berkata benar.
▪Menjaga
hati dari kebencian.
▪Menghindari
makanan haram.
▪Menjauhi
bid’ah (dlolalah).
Menurut Bayazid QS, tujuan
akhir dari para pengikut Sufi adalah untuk mengenal Allah SWT di dunia ini,
untuk meraih Hadirat-Nya, dan bertemu dengan-Nya di Hari Kemudian.
Terhadap pengaruh itu,
beliau menambahkan, “Ada hamba-hamba Allah SWT yang khusus, yang bila
Allah SWT menghalangi mereka dari Pandangannya di Surga, maka mereka akan
memohon kepada-Nya untuk mengeluarkan mereka dari Surga sebagaimana penduduk
Neraka akan mengiba memohon dikeluarkan dari Neraka.”
Satu bintang lagi dalam
khazanah Rasulullah SAW adalah ‘Abdul Khaliq al-Ghujdawani QS, yang lahir di
kampung Ghujdawani, di dekat Bukhara, Uzbekistan sekarang. Beliau dibesarkan
dan dimakamkan di sana.
Beliau mempelajari
al-Qur’an dan ilmu-ilmu keislaman baik ilmu lahir maupun batin hingga beliau
mencapai suatu maqam kesucian yang amat tinggi.
Kemudian beliau
pergi ke Damaskus di mana Beliau mendirikan sekolah yang melahirkan banyak lulusan
yang lalu menjadi ahli ilmu fiqih dan hadis di samping juga ahli dalam hal
spiritualitas di masanya, baik di wilayah Asia Tengah maupun di Timur Tengah.
‘Abdul Khaliq QS
melanjutkan pekerjaan para pendahulunya dengan membentuk zikir yang diwariskan
dari Rasulullah SAW berdasarkan Sunnah. Dalam tulisan-tulisannya, beliau juga
merumuskan adab yang diharapkan dapat diikuti oleh murid-murid Naqsybandiyyah.
Tulisan dibawah ini ane
copas dari Artikel Syekh Janggut
Amin Al Kurdi menjelaskan
ada 11 (sebelas) dasar ajaran Tarikat Naqsyabandiyah, yaitu :
1). “Huwasy Dardam” , yaitu pemeliharaan keluar masuknya nafas, supaya hati
tidak lupa kepada Allah SWT atau tetap hadirnya Allah SWT pada waktu masuk dan
keluarnya nafas.
Setiap murid atau salik menarikkan
dan menghembuskan nafasnya, hendaklah selalu ingat atau hadir bersama Allah di
dalam hati sanubarinya.
Ingat kepada Allah setiap
keluar masuknya nafas, berarti memudahkan jalan untuk dekat kepada Allah SWT,
dan sebaliknya lalai atau lupa mengingat Allah, berarti menghambat jalan menuju
kepada- Nya.
2). “Nazhar Barqadlam” yaitu setiap murid atau salik dalam iktikaf/suluk bila
berjalan harus menundukkan kepala, melihat ke arah kaki dan apabila dia duduk
dia melihat pada kedua tangannya. Dia tidak boleh memperluas pandangannya ke
kiri atau ke kanan, karena dikhawatirkan dapat membuat hatinya bimbang atau
terhambat untuk berzikir atau mengingat Allah SWT. Nazhar Barqadlam ini lebih
ditekankan lagi bagi pengamal tarikat yang baru suluk, karena yang bersangkutan
belum mampu memelihara hatinya.
3). “Safar Darwathan” yaitu perpindahan dari sifat kemanusiaan yang kotor dan
rendah, kepada sifat-sifat kemalaikatan yang bersih dan suci lagi utama. Karena
itu wajiblah bagi si murid atau salik mengontrol hatinya, agar dalam hatinya
tidak ada rasa cinta kepada makhluk.
4). “Khalwat Daranjaman” yaitu setiap murid atau salik harus selalu menghadirkan hati
kepada Allah SWT dalam segala keadaan, baik waktu sunyi maupun di tempat orang
banyak. Dalam Tarikat Naqsyabandiyah ada dua bentuk khalwat :
a. Berkhalwat lahir, yaitu orang yang melaksanakan suluk dengan mengasingkan diri di
tempat yang sunyi dari masyarakat ramai.
b. Khalwat batin, yaitu hati sanubari si murid atau salik senantiasa musyahadah,
menyaksikan rahasia- rahasia kebesaran Allah walaupun berada di tengah- tengah
orang ramai.
5). “Ya Dakrad” yaitu selalu berkekalan zikir kepada Allah SWT, baik zikir
ismus zat (menyebut Allah, Allah,.), zikir nafi isbat (menyebut la ilaha
ilallah), sampai yang disebut dalam zikir itu hadir.
6). “Bar Kasyat” yaitu orang yang berzikir nafi isbat setelah melepaskan
nafasnya, kembali munajat kepada Allah dengan mengucapkan kalimat yang mullia
“Wahai Tuhan Allah,
Engkaulah yang aku maksud (dalam perjalanan rohaniku ini) dan keridlaan-Mulah
yang aku tuntut”. Sehingga terasa dalam kalbunya rahasia tauhid yang hakiki,
dan semua makhluk ini lenyap dari pemandangannya.
7).“Nakah Dasyat” yaitu setiap murid atau salik harus memelihara hatinya dari
kemasukan sesuatu yang dapat menggoda dan mengganggunya, walaupun hanya
sebentar. Karena godaan yang mengganggu itu adalah masalah yang besar, yang
tidak boleh terjadi dalam ajaran dasar tarikat ini.
Syekh Abu Bakar Al
Kattani berkata, “Saya menjaga pintu hatiku selama 40 (empat puluh)
tahun, aku tiada membukakannya selain kepada Allah SWT, sehingga menjadilah
hatiku itu tidak mengenal seseorang pun selain daripada Allah SWT.”
Sebagian ulama tasawuf
berkata “Aku menjaga hatiku 10 (sepuluh) malam, maka dengan itu hatiku
menjaga aku selama 20 (duapuluh) tahun.”
8).“Bad Dasyat” yaitu tawajuh atau pemusatan perhatian sepenuhnya pada
musyahadah, menyaksikan keindahan, kebesaran, dan kemuliaan Allah SWT terhadap
Nur Zat Ahadiyah (Cahaya Yang Maha Esa) tanpa disertai dengan kata- kata.
Keadaan “Bad Dasyat” ini baru dapat dicapai oleh seorang murid atau salik,
setelah dia mengalami fana dan baka yang sempurna. Adapun tiga ajaran dasar
yang berasal dari Bahauddin Naqsyabandi adalah,
9).“Wuquf Zamani” yaitu kontrol yang dilakukan oleh seorang murid atau salik
tentang ingat atau tidaknya ia kepada Allah SWT setiap dua atau tiga jam. Jika
ternyata dia berada dalam keadaan ingat kepada Allah SWT pada waktu tersebut,
ia harus bersyukur dan jika ternyata tidak, ia harus meminta ampun kepada Allah
SWT dan kembali mengingat- Nya.
10).“Wuquf ‘Adadi” yaitu memelihara bilangan ganjil dalam menyelesaikan zikir
nafi isbat, sehingga setiap zikir nafi isbat tidak diakhiri dengan bilangan
genap. Bilangan ganjil itu, dapat saja 3 (tiga) atau 5 (lima) sampai dengan 21
(duapuluh satu), dan seterusnya.
11).“Wuquf Qalbi” yaitu sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Ubaidullah Al-
Ahrar, “Keadaan hati seorang murid atau salik yang selalu hadir bersama Allah
SWT”. Pikiran yang ada terlebih dahulu dihilangkan dari segala perasaan,
kemudian dikumpulkan segenap tenaga dan panca indera untuk melakukan tawajuh
dengan mata hati yang hakiki, untuk menyelami makrifat Tuhannya, sehingga tidak
ada peluang sedikitpun dalam hati yang ditujukan kepada selain Allah SWT, dan
terlepas dari pengertian zikir.
Komentar:
0 comments: