Syekh Abdul Qadir bercerita:
“Ketika masih kecil, setiap hari aku di kunjungi seorang malaikat
dalam bentuk seorang pemuda tampan. Dia berjalan bersamaku dari rumah kami ke
sekolah dan membuat anak-anak di dalam kelas memberiku tempat di barisan
pertama.
Dia tinggal bersamaku sepanjang hari dan kemudian membawaku
pulang ke rumah. Dalam sehari, aku belajar lebih banyak daripada
pelajar-pelajar yang lain belajar dalam satu minggu. Aku tidak tahu siapa dia.
Suatu hari aku bertanya kepadanya, dan dia berkata, “aku salah satu malaikat
Allah swt. Dia mengirim dan memerintahkanku selama engkau belajar.”
Suatu hari, malam I’dul Adha, Aku pergi ke ladang kami untuk
menggarap tanah. Selama aku berjalan di belakang lembu jantan, dia memalingkan
kepalanya dan melihatku, seraya berkata:
“Engkau tidak diciptakan untuk ini!”
Aku sangat ketakutan dan berlari ke rumah dan memanjat ke atap
rumah petak bertingkat. Ketika mengintai keluar, aku melihat para jama’ah haji
berkumpul di padang Arafah tepat di depanku.
Aku pergi ke ibuku, yang waktu itu sudah janda, dan meminta
kepadanya:
“Kirimlah aku ke jalan kebenaran, berilah aku ijin untuk pergi
ke Baghdad, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bersama-sama dengan orang bijak
dan orang-orang yang dekat kepada Allah swt.”
Ibuku bertanya kepadaku,
”Apa alasan untuk permintaan yang tiba-tiba tersebut?”
Aku mengatakan kepadanya apa yang terjadi pada diriku. Dia
menangis; tetapi mengeluarkan delapan puluh batang emas, semua adalah warisan
ayahku. Dia menyisakan empat puluh untuk saudara laki-lakiku. Empat puluh
batang lainnya, dia jahit kebagian ketiak mantelku.
Kemudian dia mengizinkan diriku untuk meninggalkan dirinya,
tetapi sebelum ibuku membiarkan aku pergi, beliau meminta diriku berjanji
kepadanya, bahwa aku akan berkata benar dan menjadi orang yang jujur, apapun
yang terjadi.
Ibu melepaskan kepergianku dengan kata-kata:”Mudah-mudahan Allah
melindungi dan membimbingmu, anakku. Aku memisahkan diriku dari orang yang
paling mencintaiku karena Allah swt. Aku tahu bahwa aku tidak akan dapat
melihatmu sampai hari pengadilan terakhir.”
Aku bergabung dengan sebuah kafilah kecil yang sedang pergi ke
Baghdad. Ketika telah meninggalkan kota Hamadan; sekelompok perampok jalanan
berjumlah enam puluh orang dengan
menunggang kuda menyerang kami.
Mereka mengambil segala sesuatu yang setiap orang miliki. Salah
seorang di antara mereka datang kepadaku dan bertanya,:
Anak muda, harta apa yang kamu miliki?”
Aku menceritakan kepadanya, bahwa aku mamiliki empat puluh
batang emas. Dia bertanya :
”dimana?”
Aku mengatakan :
“Di bawah lenganku.”
Dia tertawa dan meninggalkanku sendiri. Perampok lainnya datang
dan bertanya hal yang sama, dan aku berkata hal yang sebenarnya. Mereka
meninggalkanku sendirian dan melaporkan kepada pemimpin mereka. Lalu pemimpin
perampok memanggilku ke tempat dimana mereka sedang membagi hasil rampasan.
Dia bertanya apakah aku memiliki sesuatu barang berharga. Aku
mengatakan kepadanya bahwa aku memiliki empat puluh batang emas yang dijahit di
mantelku dibawah ketiak. Dia mengambil mantelku, merobek bagian lengan mantel
dan menemukan emas tersebut. Kemudian dengan rasa takjub, dia menanyaiku:
”Ketika uangmu telah aman, apa yang memaksamu untuk menceritakan
kepada kami bahwa kamu memiliki emas dan dimana disembunyikan?”
Aku menjawab,” Aku harus mengatakan sebenarnya dalam keadaan
apapun, sebagaimana telah ku janjikan kepada ibuku.”
Ketika pemimpin perampok mendengar hal itu, dia menitikkan air
mata dan berkata:
” Aku telah mengingkari janjiku kepada siapa yang telah
menciptakanku. Aku mencuri dan membunuh. Apa yang terjadi padaku?”
Dan anak buahnya memandangnya, sambil berkata,
”Engkau telah menjadi pemimpin kami selama bertahun-tahun dalam
perbuatan dosa. Sekarang juga menjadi pemimpin dalam penyesalan!”
Semua enam puluh orang memegang tanganku dan menyatakan menyesal
serta mengubah jalan hidup mereka. Keenam puluh orang itu adalah orang yang
pertama memegang tanganku dan mendapatkan keampunan untuk dosa-dosa mereka.
Komentar:
0 comments: