PERTANYAAN :
Assalamu’alaikum wr. wb.
Saya seorang wali bagi anak perempuan saya yang masih gadis. Saya mau bertanya
tentang mahar, apakah dalam soal mahar. Apakah seorang wali bagi anak gadisnya
boleh menentukan besaran maharnya? Atas penjelesannya saya ucapkan terimakasih.
Wassalamu’Assalamualaikum Wr. Wb. (Hasan/Lombok)
---
JAWABAN :
Wa'alaikum salam wr. wb.
Penanya yang budiman,
semoga selalu dirahmati Allah swt. Mayoritas para fuqaha` berpendapat mahar
atau mas kawin bukan termasuk rukun atau syarat dalam akad nikah. Tetapi mahar
merupakan konsekwensi logis yang ditimbulkan dari akad nikah tersebut.
وَالْمَهْرُ لَيْسَ شَرْطًا فِي عَقْدِ الزَّوَاجِ وَلاَ
رُكْنًا عِنْدَ جُمْهُورِ الْفُقَهَاءِ ، وَإِنَّمَا هُوَ أَثَرٌ مِنْ آثَارِهِ
الْمُتَرَتِّبَةِ عَلَيْهِ
“Menurut mayoritas
fuqaha` mahar bukanlah salah satu syarat dalam akad nikah, bukan juga salah
satu rukunnya. Tetapi mahar hanyalah merupakan salah satu konsekwensi logis
yang timbul karena akad nikah tersebut. (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah
al-Kuwaitiyyah, cet ke-2, Kuwait-Dar as-Salasil, 1404 H-1427 H,
juz, 24, h. 24)
Jika mahar merupakan
konsekwensi logis yang timbul karena adanya akad nikah, lantas hak siapakah
mahar itu? Allah swt berfirman dalam al-Quran;
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ
لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
“Berikanlah mahar kepada
wanita sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka
makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik
akibatnya” (Q.S. An-Nisa`: 4)
Pembicaraan dalam ayat
ini menurut Ibnu Abbas, Qatadah, Ibnu Zaid, dan Ibnu Juraij ditujukan kepada
para suami. Allah swt memerintahkan kepada mereka untuk ber-tabarru` (berderma)
kepada isteri-isteri mereka dengan memberikan mahar dengan penuh kerelaan. Hal
ini sebagaimana dikemukakan oleh al-Qurthubi.
وَالْخِطَابُ فِي هَذِهِ الْآيَةِ لِلْأَزْوَاجِ؛ قَالَ ابْنُ
عَبَّاسٍ وَقَتَادَةُ وَابْنُ زَيْدٍ وَابْنُ جُرَيْجٍ. أَمَرَهُمُ اللهُ تَعَالَى
بِأَنْ يَتَبَرَّعُوا
بِإِعْطَاءِ الْمُهُورِ نِحْلَةً مِنْهُمْ لِأَزْوَاجِهِمْ
“Pembicaan dalam ayat
ini itu ditujukan kepada para suami sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Abbas,
Qatadah, Ibnu Zaid, dan Ibnu Juraij. Allah swt memerintahkan kepada mereka
untuk berderma kepada isteri-isteri mereka dengan memberikan mahar dengan penuh
kerelaan” (Al-Qurthubi, al-Jami’
li Ahkam al-Qur`an, Riyadl-Daru ‘Alam al-Kutub, 1423 H/2003 M, juz,
5, h. 33)
Perintah untuk
memberikan mahar kepada perempuan yang dinikahi secara kasat mata menunjukkan
bahwa mahar itu menjadi hak perempunan, bukan walinya. Jika, mahar merupakan
hak dari pihak perempuan, maka wali secara otomatis tidak memiliki kewenangan
untuk menentukan besaran mahar.
Dengan bahasa lain, wali
tidak boleh melakukan intervensi dalam menentukan berapa mahar yang harus
diserahkan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan.
Namun persoalannya akan
menjadi lain, apabila pihak perempuan meminta pertimbangan kepada walinya dalam
hal menentukan besar mahar yang pantas ia minta. Sebab, wali diminta oleh pihak
perempuan untuk urun rembug dalam soal menentukan besaran mahar.
Begitu juga ketika pihak
perempuan mewakilkan kepada walinya untuk menentukan besaran maharnya.
Jika penjelasan ini
ditarik dalam konteks pertanyaan di atas, maka jawaban yang dapat kami
kemukakan adalah sebagai berikut;
Pertama, mahar adalah
hak bagi perempuan, karena itu wali tidak boleh mengintervensi atau menentukan
besaran mahar. Kedua, apabila pihak perempuan mewakilkan atau menyerahkan
urusan penentuan besaran mahar kepada walinya, maka dalam hal ini wali boleh
menentukan berapa besaran maharnya.
Ketiga, jika ternyata
pihak perempuan meminta pertimbangan kepada walinya mengenai berapa jumlah
mahar yang pantas untuk dirinya maka dalam hal ini boleh saja wali urun rembug
dalam menentukan besaran maharnya dengan persetujuan pihak perempuan.
Demikian jawaban yang
dapat kami kemukakan. Semoga bisa dimengerti dan dipahami dengan baik. Saran
kami, sebaiknya dalam soal penentuan mahar, pihak perempuan bermusyawarah
dengan bapaknya (wali) atau keluarganya. Disamping itu dalam menentukan besaran
mahar sebaiknya melihat kondisi kemampuan pihak mempelai laki-laki. Dan kami
selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila
aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb.
(Mahbub Ma’afi Ramdlan)
Komentar:
0 comments: