Para wali merupakan hamba-hamba
yang saleh, dekat dengan Allah, dan dipilih oleh Allah sendiri. Banyak sejarah
hidup para wali atau yang kita kenal sekarang dengan nama manaqib, yang telah
dibukukan, seperti manaqib Syaikh Abdul Qadir Jilani. Kerena mereka adalah
hamba-hamba pilihan Allah maka sudah sewajarnya jika kita mencintai mereka.
Sedangkan salah satu hal
yang bisa menambah rasa kecintaan kita kepada para wali adalah dengan membaca
manaqibnya. Dengan membaca manaqibnya kita bisa mengetahui kesalehan dan
kebaikannya, dan hal ini tentunya akan menambah kecintaan kita kepadanya.
Dari sini dapat kita
pahami bahwa membaca manaqib Syaikh Abdul Qadir Jilani itu sangat baik. Karena
akan menambah kecintaan kita kepada beliau, yang notebenenya adalah salah
seorang wali Allah, bahkan beliau disemati gelar sebagai sulthan
al-awliya` atau pemimpin para wali.
اِعْلَمْ يَنْبَغِي لِكُلِّ مُسْلِمٍ
طَالِبِ الْفَضْلِ وَالْخَيْرَاتِ أَنْ يَلْتَمِسَ الْبَرَكَاتِ وَالنَّفَحَاتِ
وَاسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ وَنُزُوْلِ الرَّحْمَاتِ فِيْ حَضَرَاتِ اْلأَوْلِيَآءِ
فِيْ مَجَالِسِهِمْ وَجَمْعِهِمْ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا وَعِنْدَ قُبُوْرِهِمْ
وَحَالَ ذِكْرِهِمْ وَعِنْدَ كَثْرَةِ الْجُمُوْعِ فِيْ زِيَارَاتِهِمْ وَعِنْدَ
مُذَاكَرَاتِ فَضْلِهِمْ وَنَشْرِ مَنَاقِبِهِمْ
“Ketahuilah! Seyogyanya
bagi setiap muslim yang mencari keutamaan dan kebaikan, agar ia mencari berkah
dan anugrah, terkabulnya doa dan turunnya rahmat di depan para wali, di
majelis-majelis dan kumpulan mereka, baik yang masih hidup ataupun sudah mati,
di kuburan mereka, ketika mengingat mereka, dan ketika banyak orang berkumpul
dalam berziarah kepada mereka, serta ketika mengingat keutamaan mereka, dan
pembacaan riwayat hidup mereka”. (Alawi
al-Haddad, Mishbah al-Anam wa Jala` azh-Zhulam, Istanbul-Maktabah
al-Haqiqah, 1992 M, h. 90)
Sedangkan mengenai suguhan
makanan baik sebelum atau setelah manaqiban pada dasarnya merupakan
penghormatan kepada para tamu yang diundang. Dengan kata lain, penyuguhan itu
dalam rangka memuliakan tamu, sedangkan kita dianjurkan memulianan tamu. Karena
memuliakanntamu termasuk salah satu tanda dari kesempurnaan atau benarnya
keimanan kita. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw; “Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir (dengan iman yang sempurna) maka hendaknya
ia memuliakan tamunya” (H.R. Bukhari-Muslim).
رَغَّبَ الإْسْلاَمُ فِي كَرَامَةِ
الضَّيْفِ وَعَدَّهَا مِنْ أَمَارَاتِ صِدْقِ الإْيمَانِ ، فَقَدْ وَرَدَ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَال : مَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآْخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Islam sangat menganjurkan
kepada umatnya untuk memuliakan tamu, dan mengkategorikan pemulian kepada tamu
sebagai salah satu tanda benarnya keimanan. Sungguh, Nabi saw telah bersabda;
‘Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir (dengan iman yang
sempurna) maka hendaknya ia memuliakan tamunya” (Lihat, Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu`un al-Islamiyyah-Kuwait, al-Mausu’ah
al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Mesir-Mathabi` Dar ash-Shafwah, cet ke-1, juz,
24, h. 218)
Demikian jawaban yang
dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Saran kami, jangan kita
terburu-buru menghukumi sesat atau haram terhadap pelbagai amaliyah atau
tradisi di daerah kita sebelum kita benar-benar memahami seluk beluknya. Dan
kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari pembaca.
Wallahul muwaffiq ila
aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb
Komentar:
0 comments: