“Mungkin ada orang yang menanyakan, mengapa saat buang angina
(kentut) yang merupakan salah satu sebab batalnya wudhu yang dibasuh bukan
anggota badan tempat keluarnya angin yang menjadi sebab wudhu harus diulangi
lagi dengan cara ini, sedangkan yang dibasuh adalah anggota-anggota badan yang
lain yang tak ada kaitannya dengan sebab batalnya wudhu.
Maka kami katakan; sesungguhnya angin yang keluar dari tempat tersebut sama sekali tak berpengaruh secara dhohir, sehingga bisa kita bisa mengatakan bahwa bekasnya telah hilang ketika dibasuh. Selain itu bagian keluarnya angin tersebut tidak termasuk bagian-bagian yang biasa dilihat, sehingga perlu dibasuh, sebagaimana anggota-anggota tubuh yang dibasuh saat wudhu.
Hanya saja ketika angin tersebut keluar, anggota badan terasa
lemas disertai dengan adanya bau yang tidak sedap, maka anggota-anggota badan
yang dibasuh ketika wudhu yang dibasuh dengan tujuan untuk menghilangkan
kemalasan yang ditimbulkan keluarnya angin tersebut.
Yang dibasuh bukan anggota tubuh tempat keluarnya angin tersebut
sebab anggota tubuh tersebuh ketika dibasuh atau diusap tidak menjadikan
pulihnya semangat dan hilangnya lemas yang dirasakan.
Hal diatas jika dilihat dari sudut pandang wudhu sebagai cara
untuk menghilangkan kotoran yang nampak (najasah mahsusah) dan hal lain yang
berkaitan hukumnya dengan itu.
Sedangkan dipandang dari segi hukum yang berkaitan dengan menghilangkan
kotoran yang tidak nampak (najis maknawiyah); ketika angin tersebut keluar dari
dalam tubuh, hal tersebut sama saja dengan keluarnya penyakit dari manusia jika
tertahan didalam tubuh akan sangat membahayakan manusia, jadi keluarnya angina
tersebut merupakan obat dari penyakit tersebut.
Dari sudut pandang ini disyariatkannya wudhu dengan cara ini
merupakan wujud syukur kepada Allah ta’ala yang telah memberi kenikmatan berupa
keluarnya angina tersebut.”
Wallahu a’lam.
Sumber : Hikmatut Tasyri' Wa Falsafatuhu, Ali Al JurJawi.
Komentar:
0 comments: