Articles by "Kisah Sahabat"
Showing posts with label Kisah Sahabat. Show all posts
Dalwa Media Dakwah Online berbagi informasi islam,hukum islam,download aplikasi islam dll.
Zuhudnya para solihin

Air dingin dengan pemanis beberapa sendok teh membuat seorang yang kuat seperti Sayyidina Abubakar menjadi takut jika itu dianggap berlezat – lezat dengan kenikmatan dunia .

BACA JUGA :

Seandainya saya dan anda dijadikan oleh Allah sebagai seseorang yang serba berkecukupan. Punya rumah, punya gaji tetap, tabungan di Bank juga sedikit – sedikit ada. Mau beli sesuatu tinggal gesek kartu, maka saya dan anda harus benar – benar mensyukuri kelapangan hidup ini.

Karena jika ukuran hidup yang lapang adalah seperti itu maka bahkan Rasulullah SAW saja tidak ‘ selapang ‘ itu . Rasulullah memilih untuk ‘ kelapangan hidup ‘ yang lain . Kelapangan kehidupan akhirat . Adapun untuk kehidupan dunia , beliau memilih untuk hidup dalam keadaan serba kekurangan .

Tiada pernah dapur keluarga Nabi mengepul selama tiga hari berturut – turut . Jika hari ini ada yang dapat di masak , maka sehari atau dua hari berikutnya sudah tidak ada lagi yang dapat di masak di sana .

Tidak pernah perut beliau kenyang selama tiga hari berturut – turut .

Itu adalah pilihan hidup beliau, yakni hidup layaknya para fakir miskin dari ummat – ummatnya, itulah kehidupan zuhud Fid Dunya . Rasulullah SAW bersabda :

“Jika kalian melihat seseorang yang zuhud di dalam urusan dunia maka mendekatlah kalian kepadanya . Sesungguhnya hikmah tercurah kedalam dirinya . “

Sebuah keanehan terjadi di dalam masalah ini . Betapa orang – orang mulia , orang – orang yang kuat seperti Para Anbiya’ , Auliya ‘ serta para Shulaha ‘ dalam kemuliaan dan kekuatan luar dalam mereka ternyata mereka memilih menjahui dunia .

Sebalikanya orang – orang bodoh dan lemah ( dan saya adalah salah satunya ) malah merasa begitu kuat untuk dapat menguasai dunia dan berkawan dengannya .

Sayyidina Abu Bakar as Shiddiq adalah sosok yang berpikiran dalam dan acapkali ditenggelamkan oleh fikiran dan tafakur dirinya . Suatu saat beliau meminta minum . Para sahabat di sekitar beliau mengulungkan satu gelas berisi air dingin dengan campuran madu di dalamnya .

Beliau tiba – tiba menangis sejadi-jadinya . sebegitu deras air mata beliau membuat orang – orang di sekitarnya turut menangis pula . Sesudah cukup lama tenggelam dalam tangisnya , beliau kemudian berhenti .

Tetapi beliau kembali menangis lagi . Bahkan kali ini lebih hebat tangisnya . orang – orang di sekitarnya pun turut menangis bahkan menjerit – jerit karenanya .

Beberapa saat kemudia Sayyidina Abu Bakar tersadar dan terdiam Beliau hapus airmata yang membasahi wajahnya dengan selendang yang di kenakannya . Kemudian beberapa orang bertanya :

“Apa yang membuat dirimu menangis seperti itu , sampai kami menyangkau engkau akan jatuh mati karenanya ? “

Beliau menjawab : 

“Dahulu aku bersama al Mushthafa SAW . Mendadak beliau terlihat menyibak dan menolak sesuatu sambil berkata , menyingkirlah kamu dariku . Menyingkirlah kamu dariku, padahal tidak ada siapapun, Maka akupun bertanya kepada beliau dan beliau menjawab : 

“ Ini, si dunia datang kehadapanku dengan membawa seluruh isinya , maka aku menolaknya dan menyingkirlah dia sembari berkata kepadaku :

“ Demi Allah , ingatlah bahwa meskipun engkau menjauh dariku , maka sesudah dirimu tidak aka nada lagi orang yang berpaling menjauh dariku “

Sayyidina Abubakar kemudian berkata kembali : 

“ Maka aku menjadi takut jangan – jangan dunia akan berhasil mengejar diriku . Dan karena hal itulah meyebabkan diriku menangis seperti itu “

Air dingin dengan pemanis beberapa sendok teh membuat seorang yang kuat seperti Sayyidina Abubakar menjadi takut jika itu dianggap berlezat – lezat dengan kenikmatan dunia . Kekuatannya tidak membuatnya terlena untuk tidak takut dengan sihir dunia .
Sedang kit? \

Padahal Rasulullah Saw pernah berkata :

“ Takutlah kalian kepada Dunia , sesungguhnya ia itu lebih pandai menyihir dibanding Harut Marut “

Barangkali saya atau mungkin anda itu sudah merasa lebih hebat dibanding Kanjeng Nabi sehingga dengan tanpa tedeng aling – aling dan dengaan kedua tangan terbuka berangkuln dengan dunia . Wallohu a’lam

SUMBER : Ustadz MUhajir Madad Salim, MKub dalam kuliah UMI "ZUHUD"
Dalwa Media Dakwah Online berbagi informasi islam,hukum islam,download aplikasi islam dll.
http://dalwa-dakwah.blogspot.com/2015/05/yaa-rasulullahizinkan-aku-berzina.html


Ada seorang sahabat muallaf (baru masuk islam) berkata :

"Ya Rasulullah…semua amal baik akan aku kerjakan ..namun izinkan aku mau berzinah Ya Rasulullah…..!"

Para sahabat yang mendengar marah mendengar ucapan orang ini…

Rasulullah saw dengan akhlaknya yang mulia tersenyum mendengar permintaan sahabat ini. " kemari..kemari wahai sahabatku..mendekatlah..lebih dekat lagi "

lalu rasulullah saw menjelaskan : "engkau ingin berzinah dengan wanita lain, apakah engkau rela ada orang lain ingin berzinah dengan ibumu?"

maka di jawab : "tentu tidak rela ya rasulullah.."

"Apakah engkau rela ada orang lain ingin berzinah dengan istrimu?"

maka di jawab " tentu tidak rela ya rasulullah…

Apakah engkau rela ada orang lain ingin berzinah dengan anak perempuanmu?
maka di jawab : "tentu tidak rela ya Rasulullah…"

maka rasulullah saw berkata :
"engkau tatkala berzinah dengan seseorang, maka barangkali itu adalah ibunya seseorang, istrinya sseorang, anak perempuannya seseorang/saudaranya seseorang. Sebagaimana engkau tidak suka berzinah dengan seseorang begitu juga orang tersebut tidak suka ibunya atau istrinya, atau anak perempuannya di zinahi oleh orang lain"

Rasulullah saw memberikan penjelasan yang masuk akal kepada orang tersebut.

Maka berkata orang tersebut : "Betul ya Rasulullah, mulai sekarang saya tidak akan berzinah lagi…"

maka Rasulullah saw berkata :
"mendekatlah, lebih dekat lagi, dan Rasulullah saw meletakkan tangan mulianya ke dada orang tersebut mendoakan, lalu orang tersebut berkata :

"Demi Allah , tidaklah tangan Rasulullah saw terangkat dari dadaku ,melainkan tidak ada kemaksiatan yang aku benci melebihi Perzinahan"

Subhanallah, akhlak sayyidina muhammad saw, tazkiyyah dari nabi, mengobati langsung umatnya..

Sumber : Tausyiah singkat oleh ad-dai ilallah al-habib Jindan bin Novel

Dalwa Media Dakwah Online berbagi informasi islam,hukum islam,download aplikasi islam dll.

 http://dalwa-dakwah.blogspot.com/2015/05/kisah-cinta-sahabat-kepada-rosulullah.html
Salah satu hadits yang terkenal mengungkapkan betapa penting kecintaan kaum muslimin pada Rasulullah SAW. Sabda beliau, “Tidak sempurna iman seorang di antara kamu sebelum ia lebih mencintai aku daripada mencintai ibu-bapaknya, anaknya, dan semua manusia” (HR Bukhari).

Memang, mencintai Rasulullah SAW merupakan salah satu bukti keimanan seorang muslim. Sebaliknya, iman pulalah yang membuat para sahabat sangat setia mendampingi beliau, baik dalam susah maupun senang, dalam damai maupun perang. Kecintaan itu bukan hanya di lidah, melainkan terwujud dengan perbuatan nyata.

Betapa cinta sahabat kepada Rasulullah SAW, tergambar ketika Rasulullah SAW bersama Abu Bakar ash-Shiddiq beristirahat di Gua Tsur dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah secara sembunyi-sembunyi. Kala itu Rasulullah SAW tertidur berbantalkan paha Abu Bakar. Tiba-tiba Abu Bakar merasa kesakitan karena kakinya digigit kalajengking. Tapi, dia berusaha sekiat tenaga menahan sakit, hingga mencucurkan air mata, jangan sampai pahanya bergerak—khawatir Rasulullah SAW terbangun.

Salah seorang sahabat, Zaid bin Datsima, tak gentar menghadapi ancaman kaum kafir karena begitu luar biasa kecintaannya kepada Rasulullah SAW. Ketika itu, ia sempat disandera oleh kaum musyrik Makkah dan akan dibunuh. ”Hari ini, tidakkah engkau berharap Muhammad akan bersama dengan kita sehingga kami dapat memotong kepalanya, dan engkau dapat kembali kepada keluargamu?” kata Abu Sufyan kepadanya.

“Demi Allah, aku tidak berharap sekarang ini Muhammad berada di sini, di mana satu duri pun dapat menyakitinya – jika hal itu menjadi syarat agar aku dapat kembali ke keluargaku,” jawab Zaid tegas. “Wah, aku belum pernah melihat seorang pun yang begitu sayang kepada orang lain seperti para sahabat Muhammad menyayangi Muhammad,” sahut Abu Sofyan.

Kisah kecintaan sahabat kepada Rasulullah SAW banyak diungkapkan dalam sejarah. Salah satunya ditunjukan oleh Umar bin Khatthab. ”Ya, Rasulullah. Aku mencintaimu lebih dari segalanya, kecuali jiwaku,” kata Umar. Mendengar itu, Rasulullah SAW menjawab, ”Tak seorang pun di antara kalian beriman, sampai aku lebih mereka cintai daripada jiwamu.”

”Demi Dzat yang menurunkan kitab suci Al-Quran kepadamu, aku mencintaimu melebihi kecintaanku kepada jiwaku sendiri,” sahut Umar spontan. Maka Rasulullah SAW pun menukas, ”Wahai Umar, kini kamu telah mendapatkan iman itu” (HR Bukhari).

Hari Kiamat

Penghormatan dan pemuliaan terhadap Rasulullah SAW memang merupakan perintah Allah SWT. Firman Allah, “Sesungguhnya Kami mengutus engkau sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan-Nya, membesarkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang (QS Al Fath : 8-9).

Sebuah ayat menekankan pentingnya kecintaan terhadap Allah SWT dan Rasulullah SAW, ”Katakanlah (wahai Muhammad), jika ayah-ayahmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, keluargamu, harta kekayaanmu, perdagangan yang kamu kekhawatirkan kerugiannya, dan rumah yang kamu senangi, lebih kalian cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya, dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak akan memberi hidayah kepada orang-orang fasik” (QS At-Taubah: 24).

Kecintaan kaum muslimin kepada Rasulullah SAW juga merupakan faktor penting bagi keselamatannya di hari kiamat kelak. Hal itu terungkap ketika suatu hari seorang sahabat bertanya kepada rasulullah SAW, ”Kapankah datangnya hari kiamat?” Maka jawab Rasulullah SAW, ”Apa yang sudah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Jawab sahabat itu, “Saya tidak mempersiapkannya dengan banyak shalat, puasa, dan sedekah, tapi dengan mencintaimu dalam hati.” Lalu, sabda Rasulullah SAW, ”Insya Allah, engkau akan bersama orang yang engkau cintai itu.”

Menurut Ibnu Mas’ud, Abu Musa al-Asy’ari, Shafwan, dan Abu Dzar, Rasulullah SAW telah bersabda mengenai seseorang yang dengan tulus mencintainya, ”Seseorang akan berada di Yaumil Mahsyar bersama orang yang dicintainya.” Mendengar itu, para sahabat sangat berbahagia karena mereka sangat mencintai beliau.

Suatu hari seorang sahabat hadir dalam suatu majelis bersama Rasulullah SAW, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku saya mencintaimu lebih dari mencintai nyawa, harta dan keluargaku. Jika berada di rumah, aku selalu memikirkanmu. Aku selalu tak bersabar untuk dapat berjumpa denganmu. Bagaimana jadinya jika aku tidak menjumpaimu lagi, karena engkau pasti akan wafat, demikian juga aku. Kemudian engkau akan mencapai derajat Anbiya, sedangkan aku tidak?”

Mendengar itu Rasulullah terdiam. Tak lama kemudian datanglah Malaikat Jibril menyampaikan wahyu, ”Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka akan bersama orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Mereka adalah sebaik-baik sahabat, dan itulah karunia Allah Yang Maha Mengetahui” (QS An-Nisa : 69-70). 

Kecintaan para sahabat kepada Rasulullah SAW inilah pula yang menggerakkan mereka menyebarkan berdakwah ke seluruh penjuru dunia.

Kecintaan luar biasa kepada Rasulullah SAW itu tergambar pada diri seorang perempuan—beberapa saat usai Perang Uhud. Dia baru saja kehilangan ayah, kakak laki-laki dan suaminya yang gugur sebagai syuhada. Ia bukannya meratapi mereka, tapi menanyakan nasib rasulullah SAW, ”Apa yang terjadi pada diri Rasulullah, semoga Allah memberkati dan melimpahkan kedamaian kepadanya.”

”Nabi baik-baik saja sebagaimana engkau mengharapkannya,” jawab para sahabat. Lalu kata perempuan itu lagi, “Tunjukanlah dia kepadaku hingga aku dapat memandangnya.” Kemudian para sahabat menunjukan posisi Rasulullah SAW. “Sungguh, kini semua deritaku tak ada artinya. Sebab, engkau selamat,” kata perempuan itu kepada Rasulullah SAW.

”Mereka yang mencintaiku dengan sangat mendalam adalah orang-orang yang menjemputku. Sebagian dari mereka bersedia mengorbankan keluarga dan kekayaannya untuk berjumpa denganku,” sabda Rasulullah SAW sebagaimana diceritakan oleh Abu Hurairah (HR Muslim, Bukhari, Abu Dzar).

Betapa kecintaan sahabat Bilal kepada Rasulullah SAW, terungkap menjelang ia meninggal. Bilal melarang isterinya bersedih hati, sebab, katanya, “Justru ini adalah kesempatan yang menyenangkan, karena besok aku akan berjumpa dengan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.” Wafatnya Rasulullah SAW merupakan kesedihan luar biasa bagi para sahabat dan pencintanya. Dikisahkan, ada seorang perempuan yang menangis di makam Rasulullah SAW sampai ia meninggal.

Demikianlah gambaran betapa luar biasa kecintaan para sahabat kepada Rasulullah SAW. Untuk mengungkapkan rasa cinta itu, sewajarnyalah jika kaum muslimin meneladani akhlaq beliau, menerapkan sunnahnya, mengikuti kata-kata dan seluruh perbuatannya, menaati perintah dan menjauhi larangannya.

Itulah cinta sejati, sebagaimana perintah Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 31: “Katakanlah (wahai Muhammad), jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”

Dalwa Media Dakwah Online berbagi informasi islam,hukum islam,download aplikasi islam dll.
Seorang hamba sahaya bernama Tsauban amat menyayangi dan merindui Nabi Muhammad saw. Sehari tidak berjumpa Nabi, dia rasakan seperti setahun. Kalau boleh dia hendak bersama Nabi setiap masa. Jika tidak bertemu Rasulullah, dia amat berasa sedih, murung dan seringkali menangis. Rasulullah juga demikian terhadap Tsauban. Baginda mengetahui betapa hebatnya kasihsayang Tsauban terhadap dirinya. 

            Suatu hari Tsauban berjumpa Rasulullah saw. Katanya "Ya Rasulullah, saya sebenarnya tidak sakit, tapi saya sangat sedih jika berpisah dan tidak bertemu denganmu walaupun sekejap. Jika dapat bertemu, barulah hatiku tenang dan bergembira sekali. Apabila memikirkan akhirat, hati saya bertambah cemas, takut-takut tidak dapat bersama denganmu. Kedudukanmu sudah tentu di syurga yang tinggi, manakala saya belum tentu kemungkinan di syurga paling bawah atau paling membimbangkan tidak dimasukkan ke dalam syurga langsung. Ketika itu saya tentu tidak bersua muka denganmu lagi." 

            Mendengar kata Tsauban, baginda amat terharu. Namun baginda tidak dapat berbuat apa-apa kerana itu urusan Allah. Setelah peristiwa itu, turunlah wahyu kepada Rasulullah saw, bermaksud "Barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya, maka mereka itu nanti akan bersama mereka yang diberi nikmat oleh Allah iaitu para nabi, syuhada, orang-orang soleh dan mereka yang sebaik-baik teman." Mendengarkan jaminan Allah ini, Tsauban menjadi gembira semula. 
 

Moral & Iktibar 

  Cinta kepada Rasulullah adalah cinta sejati yang berlandaskan keimanan yang tulen
  Mencintai Rasul bermakna mencintai Allah
  Kita bersama siapa yang kita sayangi. Jika di dunia sayangkan nabi, insyallah kita bersama nabi di akhirat nanti
  Hati yang dalam kecintaan terhadap seseorang akan merasa rindu yang teramat sangat jika tidak bertemu
  Pasangan sahabat yang berjumpa dan berpisah kerana Allah semata-mata akan mendapat naungan Arasy di hari akhirat kelak
  Rasulullah amat mengetahui mana-mana umatnya yang mencintai baginda, meskipun baginda sudah wafat.
  Rasulullah memberi syafaat kepada sesiapa di antara umatnya yang mengasihi baginda

  Sebaik-baik sahabat ialah mereka yang berkawan di atas landasan keagamaan dan semata-mata kerana Allah.   
Dalwa Media Dakwah Online berbagi informasi islam,hukum islam,download aplikasi islam dll.
Diriwayatkan dari Ibnu Sufyan maula Ibnu Abi Ahmad bahwa Abu Hurairah meminta kepada para sahabat dan berkata, "Ceritakan kepadaku mengenai kisah seseorang yang masuk Surga padahal belum pernah shalat sekali pun sepanjang hidupnya!" Ternyata para sahabat tidak ada yang mengetahui.

Akan tetapi para sahabat balik bertanya, "Siapakah dia?" Abu Hurairah menjawab, "Ushairim Bani Abdul Asyhal ‘Amr bin Tsabit bin Waqsy."

Al-Hushain berkata, "Aku bertanya kepada Mahmud bagaimana kehidupan Ushairim sebelumnya?" 

Mahmud menjawab, "Sebelumnya dia enggan memeluk Islam sebagaimana kaumnya, namun kemudian ia masuk Islam.

Ketika terjadi peperangan Uhud yang Rasulullah juga berada dalam peperangan tersebut, ia ingin memeluk Islam dan ia pun lantas masuk Islam. Setelah itu, ia mengambil pedang dan berangkat menuju medan perang. Dia menyerang dan memberikan perlawanan sehingga terluka di beberapa bagian tubuhnya.

Tatkala orang-orang dari Bani Abdul Asyhal mencari para korban dalam peperangan ini, mereka mendapati Ushairim. Mereka bertanya, 'Ini jasad Ushairim, apa yang menyebabkan dia datang dalam peperangan ini? Bukankah dia tidak berkenan ikut serta dalam peperangan ini?'

Mereka mempertanyakan status Ushairim sehingga berada dalam pertempuran ini, 'Wahai Amr, apa yang menyebabkan kamu berada di sini. Karena setia kepada kaummu ataukah simpati kepada Islam?'


Amr menjawab, 'Karena cintaku terhadap Islam, aku telah beriman kepada Allah dan Rasulullah, kemudian aku angkat senjataku dan aku berperang, sehingga keadaanku seperti ini.' Ushairim meninggal dunia di tengah-tengah kaumnya, kemudian mereka memberitahukan kepada Rasulullah, lalu beliau bersabda, 'Sesungguhnya dia termasuk penghuni Surga'.
Dalwa Media Dakwah Online berbagi informasi islam,hukum islam,download aplikasi islam dll.

"Wahai sahabat, seperti yang engkau lihat dalam kehidupan sehari-hariku. Aku adalah seorang muslim biasa dengan amalan biasa pula. Namun ada satu kebiasaanku yang bisa kuberitahukan padamu. Setiap menjelang tidur, aku berusaha membersihkan hatiku. Kumaafkan orang-orang yang menyakitiku dan kubuang semua iri, dengki, dendam dan perasaaan buruk kepada semua saudaraku sesama muslim. Hingga aku tidur dengan tenang dan hati bersih serta ikhlas. Barangkali itulah yang menyebabkan Rasulullah menjuluki demikian."

Suatu hari, Rasulullah sedang duduk di masjid dikelilingi para sahabat. Beliau tengah mengajarkan ayat-ayat Qur’an. Tiba-tiba Rasulullah berhenti sejenak dan berkata,”Akan hadir diantara kalian seorang calon penghuni surga”. 

Para sahabat pun bertanya-tanya dalam hati, siapakah orang istimewa yang dimaksud Rasulullah ini? Dengan antusias mereka menunggu kedatangan orang tersebut. Semua mata memandang ke arah pintu.

Tak berapa lama kemudian, seorang laki-laki melenggang masuk masjid. Para sahabat heran, inikah orang yang dimaksud Rasulullah? Dia tak lebih dari seorang laki-laki dari kaum kebanyakan. 

Dia tidak termasuk di antara sahabat utama. Dia juga bukan dari golongan tokoh Quraisy. Bahkan, tak banyak yang mengenalnya. Pun, sejauh ini tak terdengar keistimewaan dia.

Ternyata, kejadian ini berulang sampai tiga kali pada hari-hari selanjutnya. Tiap kali Rasulullah berkata akan hadir di antara kalian seorang calon penghuni surga, laki-laki tersebutlah yang kemudian muncul.

Maka para sahabat pun menjadi yakin, bahwa memang laki-laki itulah yang dimaksud Rasulullah. Mereka juga menjadi semakin penasaran, amalan istimewa apakah yang dimiliki laki-laki ini hingga Rasulullah menjulukinya sebagai calon penghuni surga?

Akhirnya, para sahabat pun sepakat mengutus salah seorang di antara mereka untuk mengamati keseharian laki-laki ini. Maka pada suatu hari, sahabat yang diutus ini menyatakan keinginannya untuk bermalam di rumah laki-laki tersebut. Si laki-laki calon penghuni surga mempersilakannya.

Selama tinggal di rumah laki-laki tersebut, si sahabat terus-menerus mengikuti kegiatan si laki-laki calon penghuni surga. Saat si laki-laki makan, si sahabat ikut makan. Saat si sahabat mengerjakan pekerjaan rumah, si sahabat menunggui. 

Tapi ternyata seluruh kegiatannya biasa saja. “Oh, mungkin ibadah malam harinya sangat bagus,” pikirnya. 

Tapi ketika malam tiba, si laki-laki pun bersikap biasa saja. Dia mengerjakan ibadah wajib sebagaimana biasa. Dia membaca Qur’an dan mengerjakan ibadah sunnah, namun tak banyak. 

 Ketika tiba waktunya tidur, dia pun tidur dan baru bangun ketika azan subuh berkumandang.

Sungguh, si sahabat heran, karena ia tak jua menemukan sesuatu yang istimewa dari laki-laki ini. Tiga malam sang sahabat bersama sang calon penghuni surga, tetapi semua tetap berlangsung biasa. Apa adanya. 

Akhirnya, sahabat itu pun pun berterus terang akan maksudnya bermalam. Dia bercerita tentang pernyataan Rasulullah. 

Kemudian dia bertanya,“Wahai kawan, sesungguhnya amalan istimewa apakah yang kau lakukan sehingga kau disebut salah satu calon penghuni surga oleh Rasulullah? Tolong beritahu aku agar aku dapat mencontohmu”.

Si laki-laki menjawab,” Wahai sahabat, seperti yang engkau lihat dalam kehidupan sehari-hariku. Aku adalah seorang muslim biasa dengan amalan biasa pula. Namun ada satu kebiasaanku yang bisa kuberitahukan padamu. Setiap menjelang tidur, aku berusaha membersihkan hatiku. Kumaafkan orang-orang yang menyakitiku dan kubuang semua iri, dengki, dendam dan perasaaan buruk kepada semua saudaraku sesama muslim. Hingga aku tidur dengan tenang dan hati bersih serta ikhlas. Barangkali itulah yang menyebabkan Rasulullah menjuluki demikian.”

Mendengar penjelasan itu, wajah sang sahabat menjadi berseri-seri. “Terima kasih kawan atas hikmah yang kau berikan. Aku akan memberitahu para sahabat mengenai hal ini”. Sang sahabat pun pamit dengan membawa pelajaran berharga.


Dalwa Media Dakwah Online berbagi informasi islam,hukum islam,download aplikasi islam dll.


Nama sebenarnya adalah Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim, ia adalah seorang paman Nabi Shallallahu alaihi wassalam, dengan nama panggilan Abu Fadhel, ia termasuk pemukan Quraisy baik semasa jahililliyah maupun setelah Islam, ia memeluk Islam sebelum Hijrah secara diam diam dan tetap berdiam di Makkah guna dapat mengirimkan berita tentang kaum Musryikin kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.

Dia sempat mengikuti perang Hunain bersama Rasulullah dan termasuk pertahanan yang paling kuat, ia ikut rombongan Anshar dalam Baiat Akabah. 

Ia adalah paman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam dan salah seorang yang paling akrab dihatinya dan yang paling dicintainya. Karena itu, beliau senantiasa berkata menegaskan, “Abbas adalah saudara kandung ayahku. Barangsiapa yang menyakiti Abbas sama dengan menyakitiku.

Di zaman Jahiliah, ia mengurus kemakmuran Masjidil Haram dan melayani minuman para jamaah haji. Seperti halnya ia akrab di hati Rasulullah, 

Rasulullah pun dekat dengannya. Ia pemah menjadi pembantu dan penasihat utamanya dalam bai’at al-Aqabah menghadapi kaum Anshar dari Madinah. 

Menurut sejarah, ia dilahirkan tiga tahun sebelum kedatangan Pasukan Gajah yang hendak menghancurkan Baitullah di Mekkah. 

Ibunya, Natilah binti Khabbab bin Kulaib, adalah seorang wanita Arab pertama yang mengenakan kelambu sutra pada Baitullah al-Haram.

Pada waktu Abbas masih anak-anak, ia pemah hilang. Sang ibu lalu bernazar, kalau puteranya itu ditemukan, ia akan mengenakan kelambu sutra pada Baitullah. Tak lama antaranya, Abbas ditemukan, maka iapun menepati nazamya itu.

Istrinya terkenal dengan panggilan Ummul Fadhal (ibu Si Fadhal) karena anak sulungnya bernama al-Fadhal. Wajahnya tampan. Ia duduk dibelakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau menunaikan haji wada’-nya. Ia meninggal dunia di Syam karena bencana penyakit. 

Anak-anaknya yang lain sebagai berikut ; yaitu anak kedua, Abdullah, seorang ahli agama yang mendapat doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, meninggal di Thaif. Ketiga, Qutsam, wajahnya mirip sekali dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . 

Ia pergi berjihad ke negeri Khurasan dan meninggal dunia di Samarkand. Keempat,   Ma’bad, mati syahid di Afrika. Abdullah (bukan Abdullah yang pertama), orangnya baik, kaya,dan murah hati meninggal dunia di Madinah. Kelima, Puterinya, Ummu Habibah.

Para ulama berbeda keterangan tentang Islamnya Abbas. Ada yang mengatakan, sesudah penaklukkan Khaibar. Ada yang mengatakan, lama sebelum Perang Badar. Katanya, ia memberitakan kegiatan kaum musyrikin kepada Nabi di Madinah, dan kaum muslimin yang ada di Mekkah banyak mendapat dukungan dari beliau. 

Kabamya, ia pemah menyatakan keinginannya untuk hijrah ke Madinah, tapi Rasulullah menyatakan, “engkau lebih baik tinggal di Mekah “.

Keterangan kedua ini dikuatkan oleh keterangan Abu Rafi’, pembantu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Pada waktu itu, ketika aku masih kanak-kanak, aku menjadi pembantu di rumah Abbas bin Abdul Muththalib. Ternyata, pada waktu itu, Islam sudah masuk ke dalam rumah tangganya. baik Abbas maupun Ummul Fadhal, keduanya sudah masuk Islam. Akan tetapi, Abbas takut kaumnya mengetahui dan terpecah-belah, lalu ia menyembunyikan keislamannya.”